psikologi konservasi Bab III dan IV
Nama : Patric Nawa Kota
Tugas : laporan baca
Buku : Psikologi konservasi
BAB III
Psikologi moral dan lingkungan
hidup
Moralitas
adalah aspek yang paling banyak meresapi hidup manusia dan sebuah elemen yang
signifikan bagi sikap dan perilaku terhadap lingkungan alamiah. Dewasa ini
sudah umum untuk mendefinisikan isu lingkungan sebagai isu moral, di BAB ini
akan dilihat makna dan implikasi-implikasi psikologis dari perspektif moral
konservasi alam.
Latarbelakang konsep-konsep etika
Etika
dan moralitas adalah istilah yang penggunaannya kompleks, dan tumkpang tindih.
Etika lebih bersifat filosofis (suatu disiplin ilmu) sedangkan moral l;ebih
bersifat spesifik (mengangkat kehidupan nyata). Kedua istilah ini menyoroti ide
benar salah/baik buruk, yuaitu tindakan, hasil, dan intensi baik buruk. Yang
berkaitan dengan moral dan etika bisasanya dievaluasi lewat norma-norma
larangan atau anjuran.
Etika kebajikan tentang lingkungan
hidup
Dalam
etika kebajikan ini, apa yang benar ditentukan oleh ciri-ciri karakter yang
dianggap baik. Misalnya, jika kejujuran dianggap sebagai kebajikan maka
seseorang akan menjadikan kejujuran sebagai ciri utama karakternya. Sehingga ia
akan bertindak jujur, apapun konsekuensinya kemudian. Etika kebajikan menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti; apakah kehidupan yang terbaik untuk seseorang
atau masyarakat dan bagaimana cara untuk meraihnya. Dalam hubungan dengan
lingkungan hidup, etika kebajikan menawarkan kita cara melihat hubungan manusia
dengan alam sebagai rute menuju kesejahteraan manusia sendiri. Dalam hal ini
juga akann dikaji satu jenis kebajikan secara lebih mendalam yaitu kerendahan
hati. (Hill, 1983) sebagai salah satu kebajikan kunci sikap-sikap manusia
terhadap lingkungan hidup. Dengan fokusnya pada ketidaknyamanan moral yang
dirasakan saat menyaksikan penghancuran alam, Hill menyatakan bahwa
ketidaknyamanan moral yang dirasakan ini adalah sebuah respon untuk melihat
kurangnya kualitas moral tertentu pada orang lain. Ini mencakup kepekaan
estetis, kecenderungan untuk “bergembira atas apapun yang sudah menentukan
mensejahterakan hidup seseorang”. Membatasi pementingan diri dan mulai menerima
diri sebagai makhluk yang terbatas, fana
dan bergantung sepenuhnya pada alam. Etika kebajikan digunakan sebagai sebagai
dasar moral dan pandangan dunia yang telah terinterinalisasi, berpotensi besar
membangkitakan perilaku ditingkatan individu, dan berkontribusi bagi rasa
tanggung jawab pribadi maupun komunitas. Di sisi lain, ia kurang memberi
perhatian pada hasil karena terlalu fokus pada karakter pelaku, dan lemah jika
norma-norma komunitas tidak hadir. Namun, semua masyarakat menampilkan dan
memperluas kebajikan-kebajikan yang telah ada dan menghasilkan yang baru
sepanjang waktu. Sistem-sistem alamiah mengikat manusia di dalam hubungan
saling-ketergantungan yang kian meningkat, situasi yang dapat mendukung dan
memelihara kebajikan-kebajikan lingkungan itu sendiri.
Tradisi deontik dan riset psikologi
Landasan
moralitas pada periode modern yaitu pada prinsip-prinsip universal yang masuk akal. Umumnya dikenala
sebagai etika deontologis; penekanan pada peran penalaran yang tidak memihak,
standar moralitasnya pada hal yang benar secara obyektif. Menolak subyektivisme
karena, yang dianggap orang “benar” bisa jadi dianggap keliru oleh orang lain,
membuat kemunafikan atau intoleransi berpotensi untuk dipegang sebagai
pandangan moral juga. Psikologi tentang moralitas termasuk penelitian tentang
perkembangan, kuat dipengaruhi oleh tradisi deontik ini. Lawrence Kohlberg
misalnya, dalama salah satu risetnya menyimpulkan bahwa keadilan merupakan
etika kebajikan kunci, karena bersifat preskriptif (bersifat memberi petunjuk
atau ketentuan), bersifat universal dan penekanan pada kesetaraan.
Secara
umum riset psikologi tentang moralitas setuju para ahli etika deontologis bahwa
“penalaran” menjadi ciri psikologis kunci bagi moralitas (turiel, 2006), karena
dapat digunakan untuk mengoreksi pengaruh-pengaruh dari kepentingan diri dan
emosi demi mencapai penilaian yang tepat. Dalam penalaran moral (Turiel, 2002)
menyatakan bahwa moralitaas bukan sekedar disebarkan lewat dogtrin dan
sosialisasi, namun secara aktif dikonstuksikan oleh individu-individu di dalam
benak mereka sendiri. Hal ini menunjukan bahwa konsep moralitas dapat
didefinisikan lebih sederhana oleh seseorang ketika ia:
1. Memahami
preskriptivitas () dan menggunakannya dengan baik.
2. Menggunakan
justifikasi-justifikasi berdasarkan kesejahteraan, hak dan keadilan
3. Menggeneralisasikan
ketika seseorang yang meyakini sesuatu tindakan akan benar (keliru), di dalam
tatanan budaya yang berbeda.
Konsekuansialisme,
emosi dan sosialisasi
Pendekatan
berbeda terhadap etika yaitu konsekuensialisme, umumnya yakin bahwa suatu
tindakan ditentukan oleh karakter atau kepatuhannya pada prinsip abstrak,
melainkan oleh konsekuensinya. Persisnya oleh kebaikan atau kesenangan yang
dibangkitkannya. Disini akan dilihat basis-basis dari etika
konsekuensialismekhususnya emosi dan sosialisasi.
David
Hume dkk. Berusaha mendeskripsikan bagaimana sebenarnya cara manusia membuat
keputusan. Observasi mereka bahwa manusia merespon dengan kuat rasa senang dan
rasa sakit, mempengaruhi perhitungan mereka terhadap kebaikan yang lebih besar.
Hume berpendapat bahwa, saat manusia mengalami sesuatu yang terasa baik,
manusia menilai sebagai yang benar dan saat manusia mencerap seusatu yang
terasa buruk manusia menilainya sebagai sesuatu yang salah. Hal seperti ini
jelas berbeda dari perspektif deontologis, karena alasan atau prinsip univesal
tidak berperan disini. Sebaliknya, kita biasanya tergesa-gesa membuat penilaian
moral tanpa perhitungan sadar, meskipun pemikiran berikutnya bisa mendukung
atau mengubah respon emosi moral kita. Karena faktor inilah hume menyatakan
bahwa emosi mendorong perilaku moral. Penitikberatan pada emosi membuat
konsekuensialisme sebagai pendekatan yang paling psikologis terhadap moralitas,
dan juga pendekatan yang paling sosialisasi. Hume mengakui bahwa beberapa sifat
moral yang memang bawaan, namun lebih
banyak sifat moral yangmerupakan hasil pembelajaran. Akibatnya konsep tentang kejahatan dan
kebaikan akan berubah terus seiring kemunculan kejadian-kejadian baru yang
menimbulkan persetujuan atau penolakan dari masyarakat.
Kekuatan
dari pendekatan ini adalah bahwa emosi terbukti menjadi pendorong perilaku
moral, namun emosi dan rasio harus bisa bekerja sama. Ditaraf yang sederhana,
induksi-induksi orang tua berbasis rasa malu atau rasa bersalah biasanya
meminta anak merefleksikan alasan-alasan bagi perilakunya. Sementara itu
kognisi, meskipun cepat dan kadang bekerja tanpa disadari sangat integral
dengan penaksiran primer yang membangkitkan emosi dan memungkinkan kita
mempersepsi secara sadar (Lazarus, 1991).
BAB IV
Lingkungan hidup dan identitas
Psikologi
moral dan lingkungan hidup adalah aspek yang paling banyak meresapi hidup
manusia dalam sebuah elemen yang signifikan bagi sikap maupun perilaku terhadap
lingkungan alamiah. Dewasa ini sudah umum untuk mendefinisikan isu lingkungan
isu moral. Di bab ini akan dilihat makna dan implikasi-implikasi psikologis
dari perspektif moral konservasi ini.
Konsep nidentitas
Identitas
adalah kerangka kerja untuk mengorganisasikan informasi tentang seseorang. Berupa ciri-ciri kepribadian, melibatkan
peran dan hubungan sosial, atau meletakan manusia dalam kategori kategori sosial. Identitas dialami secara internal
maupun eksternal : kita memiliki sebuah konsep diri atau pemahaman tentang
siapa kita, namun kita juga didefinisikan orang lain. Kedua-duanya penting
dalam pembentukan perilaku. Identitas memperngaruhi cara manusia merespon dunia
secara kognitif maupun emosi. Dalam bab
ini akan dikaji riset tentang cara-cara didalamnya lingkungan, dan khususnya
pengalaman-pengalaman dengan alam , mempengaruhi perkembangan identitas baik
pada anak-anak maupun orang dewasa.
Perkembangan identitas
Lingkungan
fisik berpengaruh besar ketika anak sedang mengembangkan pemahaman tentang
dirinya. Riset memperlihatkan bahwa identitas anak berakar di dalam dan
diperkaya lewat hubungannya dengan tempat-tempat alamiah dan makhluk-makhluk
hidup lainnya. Anak-anak diusia pre sekolah bergantung penuh pada orangtua atau
pengasuh untuk membawa mereka ke tempat-tempat yang alamiah. Di usi sekolah,
alam bisa menyediakan suatu tempat yang bagus eksperimentasi yang tidak diawasi
ketika anak belajar memanipulasi obyek-obyek di lingkungan mereka.
Mengembangkan afiliasi dengan alam
Riset
memperlihatkan bahwa manusia yang kuat mengidentifikasikan dirinya dengan
lingkungan alam ketika dewasa biasanya memiliki hubungan istimewa dengan alam
ketika masih sebagai anak dulunya (Wells dan Lekies,2006). Berdasarkan
wawancara dengan para pendukung gerakan lingkungan hiduptentang sumber motivasi
mereka melindungi lingkungan, Chawla melaporkan bahwa kebanyakan dari mereka menggambarkan
masa kanak-kanak sebagai fondasi bagi hubungan mereka dengan lingkungan
alamiah. Dua tema paling umum adalah pengalaman-pengalaman positif dengan alam
di masa kanak-kanak dan anggota-anggota keluarga menjadi model mereka bagi
sikap menghargai alam. Chawla (1986) menemukan bahwa bentuk paling umum bagi
kemelekatan tempat saat mereka anak-anak adalah afeksi terkait pengasosiasian
dengan anggota-anggota keluarga yang disayangi atau figur-figur sosial penting
lainnya. Penulis lain juga mengamati bahwa para environmentalis (orang yang
bekerja untuk melindungi dari kerusakan atau pencemaran lingkungan) cenderung
mendeskripsikan orangtua sebagai yang menguatkan rasa sayang terhadap alam.
Orangtua seperti ini bisa membantu anak menaklukan reaksi-reaksi negatif
masyarakat umum terhadap alam atau rasa tidak nyaman berada di alam terbuka.
Identitas lingkungan
Relevansi
pribadi dengan alam bisa diuji secara cermat pada orang dewasa, yang jelas
lebih kuat daripada anak-anak saat merefleksikan, mengartikulasikan, cara-cara
alam memengaruhi pemahaman mereka tentang dirinya. Ide ekologi-dalam (deep
ecology) yang mendasari konsep diri-ekologi (ekologi-self) adalah sebuah rasa
atau pemahaman identitas yang melampaui rasa kedirian individual dan mencakup
posisis dirinya sebagai bagian dari suatu ekosistem kehidupan yang lebih besar
(Naess,1989). Borden 1986, mengambil
tidakan serupa yang lebih luas, menyatakan bahwa, bagi orang-orang dengan
kepedulian ekologis yang cukup tinggi, ekologi berfungsi sebagai sebuah
metafora bagi kemunculan spontan identitas baru.
Mengapa
alam bisa mempengaruhi pemahaman dan rasa kedirian itu? Lingkungan alamiah,
memiliki sejumlah karakteristik tertentu. Menyediakan suatu tingkatan yang
optimal bagi stimulasi indra: tidak terlalu rendah sehingga tidak membosankan,
tidak terlalu berat sehingga tidak berlebihan. Ini memberi ruang bagi manusia
untuk berefleksi. Manusia berbicara tentang lingkungan alamiah sebagai tempat
yang membuat mereka mampu memikirkan tujuan hidup dan prioritasnya. Long dkk,
2003. Menemukan bahwa, orang menggambarkan alam sebagai lokasi yang penting
bagi pengalaman-pengalaman menyendiri yang bisa kedamaian hati dan penemuan
diri, dan jarang dikaitkan dengan aspek-aspek negatif kesendirian seperti rasa
kesepian dan anonimitas. Tatanan-tatanan alamiah lebih disukai sebagian karena
bisa digunakan untuk merenungkan masalah-masalah pribadi, melatih kemampuan
mengendalikan emosi dan menemukan konsep diri yang lebih inegral dan luas.
Identitas tempat
Satu
cara khusus yang di dalammya lingkungan memengaruhi identitas bisa dilihat dari
konsep identitas tempat. Identitas
tempat mengacu pada komponen identitas yang diasosiasikan dengan
perasaan-perasaan tentang tempat tertentu. Ini biasanya didiskusikan terkait
dengan tempat tinggal, meskipun bisa saja tempat itu hanya pernah ditinggali
dulunya, namun sekarang tidak. Identitas kemudian lahir dari cara-cara ingatan
berjalin dengan tempat itu, membuatnya bermuatan konotasi emosi dan
signifikansi simbolis. Identitas tempat kadang disamakan dengan kemelekatan tempat sama dalam hal
keterhantungan paada tempat. Namun keduanya juga punya konotasi yang agak
berbeda. Kemelekatan menitik beratkan pada ikatan-ikatan emosi antara seseorang
dengan suatu tempat, sedangkan identitas bisa juga mencakup aspek-aspek
definisi, dimana seseorang merasa perubahan di lingkungan mencerminkan
baik-buruk dirinya. Jadi, seseorang bisa menjadi peduli dan memelihara
lingkungan karena ia terikat kepadanya, namun bisa juga membela lingkungan
karena dianggap mempresentasikan dirinya.
Identitas dan perilaku
Identitas
dapat mempengaruhi respon terhadap persoalan lingkungan hidup dengan
mempengaruhi perhatian. Identitas sosial sebgaio warga suatu tempat bisa
dikaitkan dengan pengambilan tanggung jawab pribadi bagi hasil-hasil bertaraf
kelompok, dan karenanya memprediksi perilaku selain juga sikap-sikap: beberapa
riset yang menilai identitas sosial menemukan bahwa identitas sosial
berkorelasi positif dengan sebuah kecenderungan terhadap perilaku melestarikan
(Guardia, 2002).
Identitas
melibatkan pengalaman yang menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar
ketimbang dirinya, karena itu identitas –lingkungan bisa juga menguatkan rasa
kedirian sebagai anggota suatu kelompok kolektif. Identitas kolektif seperti
itu cenderung mendukung perilaku yang lebih berorientasi-kelompok. Ini penting
bagi isu-isu lingkungan karena adanya kebutuhan masyarakat untuk mengambil
tanggung jawab gagi apa yang terutama merupakan hasil-hasil setingkat-kelompok.
Mengaplikasikan identitas
Jika
identitas penting untuk memahami cara-cara manusia memperlakukan lingkungan
alamiah mereka, bagaimana cara kita mengaplikasikan pengertian ini secara
efektif? Identitas bisa digunakan untuk memelihara perilaku konserfatif ketika
objek-objek alamiah yang dilindungi terikat pada kedirian. Bersentuha dengan
alam muncul di dalam sebuah konteks sosial, pendekatan etika untuk menguatkan
perilaku konservasi menunjukan bahwa kita mengenali, sebagai sebuah masyarakat,
pentingnya memelihara tempat-tempat yang memelihara identitas-lingkungan pada
anak maupun orang biasa. Penting sekali melindungi keragaman biologis dengan
memelihara alam liar, namun yang sama pentingnya adsalah mempromosikan
kepedulian lingkungan dengan membiarkan orang bersentuhan dengan alam dalam
tatanan-tatanan perkotaaan lewat taman-taman publik, halaman hijau sekolah,
kebun-kebun bunga, taman-taman komunitas, dan kebun binatang.
Comments
Post a Comment
no SARA NO pornografi