pembinaan pemuda pemudi kristen masa kini
PENGAJARAN TERHADAP
PEMUDA/I KRISTEN MASA KINI
(TANGGUNG JAWAB GEREJA
DALAM MENGHADAPI MASALAH INI)
Salah
satu pelayanan yang paling tua dan yang paling banyak dipakai oleh
gereja-gereja di Indonesia adalah pelayanan katekasasi. Hal itu nyata antara
lain dalam tata gereja-gereja yang dimiliki oleh gereja-gereja di Indonesia.
Pelayanan katekasasi ini merupakan salah satu dampak dari pembaharuan model
pengajaran yang disesuaikan oleh kebutuhan gereja, termasuk jemaatnya, namun
makna gereja tetap dipertahankan.
Salah
satu bagian pengajaran katekasai ini ialah pengajaran tentang Iman Kristen
sebagai fondasi kehidupan. Namun seiring dengan perkembangan zaman yang makin
pesat terkhusus di abad ini, sekulerisasi pun mulai memasuki kehidupan
orang-orang Kristen terkhusus kepada pemuda/i. Dengan semangat sekulerasi saat
ini, banyak pemida/i Kristen telah membebaskan diri dari agama bahkan melakukan
pemberontakan terhadsap Allah atau alkitab dari iamn yang lemah. Kalau hal ini
memang tidak terlepas juga dari masa peralihan mereka menuju ke masa dewasa.
Kondisi ini menyebabkan kemampuan mereka dalam mengenal kebenaran iman Kristen
masih goyah atau lemah. Bahkan seorang pemuda/i Kristen yang telah menjalani
proses pengajaran katekasasi tidak menjamin memiliki iman yang kokoh dalam
kehidupannya. Apalagi mereka yang menyaksiakn imannya tanpa menjalani proses
pengajaran ketekasasi. Hal inilah yang harusnya ditinjau kembalin oleh
ngereja-gereja, sejauh mana pemuda/i Kristen itu memiliki iman kepercayaannya
kepada Yesus Kristus. Apakah katekasasi ini hanyalah sebuah kewajiban untuk menyatakan
mereka sah sebagai anggota gereja atau anggota sidi semata atau memang suatukesaksian
iman yang nyata dalam kehidupannya? apakah katekese ini hanya sebuah program dari
gereja yang diikuti pemuda/i Kristen jika sudah memiliki usia yang telah ditentukan dan berlalu
setelah pengajaran katakese selesai? Dengan inilah pembinaan kepada pemuda/i Kristen harus dilakukan dengan tepat sasaran bahkan jika
itu dimulai dari masa kanak-kanak hingga masa dewasa agar memiliki iman yang kokoh
dan tidak tergoyahkan.
A.
Fungsi dan Tujuan
Katekasasi
Katekasasi
pada hakekatnya adalah pengajaran (bimbingan,
latihan) untuk semua anggota jemaat. Benar, dalam katekasasi – sama yang
terjadi juga dalam pelayanan lain – perhatian gereja ditunjukkan khususnya
kepada anak-anak (pemuda/i), yang merupakan generasi yang akan datang dari
jemaat. Namun, hal ini juga tidak dapat dijadikan alasan untuk membatasi katekese
kepada anak-anak (pemuda/i). Katekese digunakan bukan hanya sebagai pelayanan saja, tetapi juga mengandung unsur
pendidikan, latihan, bimbingan, pemberitaan dan lain-lain. Ciri khas katekese
ini – kalau dibandingkan dengan pengajaran atau penataran lain atau bimbingan lain yang kita kenal
– ialah bahwa katakese ini merupakan
tugas atau fungsi Gereja.[1]
Sedangkan difungsunya, menurut Gasong dalam buku
Berkatekese sebagai sarana Pembentuukan Hidup Jemaat, Seri Kepemimpinan
Jemaat 3 oleh P. Rafael Hutabarat, katekese berfungsi untuk mempersiapkan
anak-anak dan orang yang ingin mengikuti jalan keselamatan dari Yesus Kristus,
dann juga untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan anggota jemaat tentang
kehendak Allah supaya mereka nantinya menjadi pelayanann yang dapat melayani
gereja dan masyarakat secara bertanggung jawabbahkan dengan pengertian yang
begitu luan katekese bukanlah berpusat kepada pengetahuna agama saja, tettapi
juga kefhidupan itu sendiri – bukan persiapan untuk hidup.[2]
Kateklese ini bukan hanya memiliki fungsi saja, tetapi juga memiliki
tujuan yang akan dicapai, yaitu:
-
Pendidikan (pembinaan) pembinaan anggota
jemaat untuk menyadari akan tugas mereka di dalam gereja. Dari tujuan ini,
katekese memiliki fungsi sebagai hubungan dengan Baptisann dan Perjamuan Malam.
Pengikut-pengikut katekese harus mengetahui bahwa gereja ialah suatu
“persekutuan”: persekutuanorang-orang kudus terbesar di dunia.
-
Mendidik anak-anak muda supaya mereka
menjadi hamba-hamba Allah yang bertanggungjawab di dalam dunia. Dari tujuan
ini, para pengikut katekese dibebaskan dari isolemen mereka (yang tertutup di
dalam gereja) dan di tempatkan di tengah-tengah dunia sebagai saksi dan pelayan
Kristus.
-
Penyampai pengetahuan tentang Allah
dari generasi ke generasi. Keselamatan Allah yang dibertikana kepada kita di
dalam alkitab – harus disampaikan kepada semuan orang dari generasi ke
generasi.
Namun tujuan ini akan ttercapai jika pemuda/i yang mengikuti katekese,
sebelumnya telah dipimpin kepada pengakuan akan kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat mereka. Tanpa hal ini mereka tidak dapat menunaikan tugas mereka
seperti yang gereja harapkan dari mereka, yaitu sebagai saksi-saksi dan
pelayan-pelayan Kristus yang bertanggungjawab di dalam dunian.[3]
1.
Peemuda sebagai pengikut Katekese
Pengikut katekese umumnyya terdiri dari pemuda/i, yang bukan saja
secara lahiriah, tetapi juga secara
rohaniah yang banyak memperlihatkan perbedaan, seperti:
-
Perbedaan motifasi: datang mengikkuti
karena diharuskan orang tuanya – datang karena kemauannya.
-
Perbedaaan umur: katekese biasanya
terdapat pemuda-i yang berumur 12-16 tahun – katekese sidi dari 17 tahun ke
atas.
-
Perbedaan pendidikan: terhadap anak muda
mulai SD, SMP hingga SMA.
-
Perbedaan maksud dan tujuan: datang karena
mau memperdalam pengetahuannya tenntang “soal-soal rahani” – datang karena mau
mengetahui lebih banyak tentang agama Kristen.
Dengan demikian, tidaklah mudah memberikan pengajaran (bimbingan) kepada
pengikut katekese dengan perbedaan-perbedaan yang demikian. Hal ini membuat
pekerjaan pemimpin-pemimpin katekese bertambah sulit.[4]
B.
Katekese dan Dunia Pengikut-pengikut
Katekese – Lemahnya Iman Pemuda/i Kristen
Ada orang yang menganggap dunia kita pada waktu ini sebagai dunia yang
paling bersifat teknis dan juga sebagai dunia yang kosong dan miskin, kalau
ditinjua dari sudut rohani. Yang dimaksudkan di sini ialah gejala yang
mengatakan, bahwa soal-soal rohani dan niali-nilai etis tidak memaiakna peranan
dalam kehidupan mausia terkhusus bagi pemuda. Pandangan hidup yang
mengutasmakan makan, pakaian dan lain-lain yang ditemui di dunia Barat – di
anut oleh banyak orang Indonesia, kkhususnya di kota-kota. Dapat kita ambil
contoh yang terlihaat juga dalam jemaat-jemaat kita, yaitu: pergaulan bebas
antara pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi, kebiasaan kumpul kebo yang merupai “semenleven”
di Barat, hidup kekeluargaan yang berantakan – tidak adanya saling perhatian
antara orang tua dan anak-anak, dan masih banyak lagi yang lainnya.[5]
Timbulnya sikap tersebut tidak terlepas dari derasnya arus budaya
materialisme, hedonisti dan sekularitasyang disalurkan melalui tulisan-tulisan,
bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan, dan
sebagainya. Derasnya budaya yang demikian ini diduga termasuk faktor yang
paling besar andilnya dalam menghancurkan moral dan ima n generasi muda saat
ini tidak terlepas dsari masalah salah
pergaulan – orang tua yang kurang perhatian – ingin mengikuti trend.[6]
Penyimpangan moral ini sebagai sebuah kondisi individu yang hidupnya
delingment (nakal, jahat), yang senantiasa melakukan penyimpangan perilaku dan
bertingkah laku asosial atau antisosial dan amoral. Ciri-ciri orang yang
mmengaalami defisiensi moral cenderung psikotis dan mengalami regresi,dengan penyimpangan-penyimpangan
relasi kemanusiaan, sikapnya dingin, beku, tanpa afeksi, emosinya labil,
munafik, jahat, sangat egoistis, self cendered, dan tidak menghargai orang
lain. Tingkah laku orang yang mengalami defisiensi moral selalu salah dan jahat
(miscnduet), sering meakukan
penyimpangan perilaku, bisa berupa menindas, suka berkelahi, mencuri,
mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan ssebagainya. Ia selalu melanggar hukum,
normaa dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.[7]
Kemajuan dari ilmu pengetahuan pun memberikan desakan kepada keyakinan
(iman) sehingga kepercayaan kepada Tuhan hanya sebagai simbol saja, bahkan pada
saaat pemuda/i telah melakukan proses pembelajaran sidi telah disampaikan
dengan jelas larangan-larangan dan suruhan-suruuhan dari Tuhan, namun tidak
diindahkan, berlalu begitu saja. Dengan semakin hilangnya peganga iman pemuda/i
masa kini pada ajaran agama Kristen, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang
ada di dalam dirinya.[8]
Kita dapat melihat bahwa “soal-soal” rohani dan nialai-nilai etis tidak
begitu besar lagi memaikaan perana. Benar, ibadah-ibadah kita masih penuh
dengan pengunjung-pengunjung, persembahan-persembahan kita di situ masih tetap
kuta berikan. Secara lahiriah semua kelihatan beres. Tetapi kalau ditinjau
lebih mendalam, keadaanya lain: Firman Allah (Iman kepercayaan) tergeser dari
pusat hidup banyak anggota jemaat, pembacaan alkitab dan doa bersama tidak
terjadi lagi dalam banyak rumah tangga Kristen, dasar-dasar hidup kekristenan
telah hampir ambruk oleh gerogotan paham-paham modern, sinkritisme merajalella
di mana-mana.
Kekosongan dan kemiskanan rohani – dalam arti yang dijelaskan di atas,
mulai meracuni keluarrga-keluarga, sekolah-sekolah dan jemaat-jemaat. Hal ini
menimbulkan banyak ketegangan antara orang tu dan pemuda/i.
Pertentangan-pertentang ini erat berhubungan dengan periode, yaitu antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa.
Masalah moral ini tidak terlepas dari kehidupan agama yang subur bila
ditopang oleh iamn dan akhlak yang mulia. Oleh karena itu, ajaran agama
mengandung nilai moral yang tinggi yang mengatur kehidupan umat yang merupakan pedoman hidup
dalam segala tindakannya. Jika tingkah laku yang dilakukan sesuai dengan normah
yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya,
jika tingkah laku tersebut tidak sesuai dengan norma yang berlaku, maka tingkah
laku dinilai buruk dan ditolak.[9]
Disamping itu hal yang paling utama yang perlu diperhatikan ialah penghayatan iman mereka. Dalam waktu
yang relatif pendek mereka mengalamin perubahanperubahan besar yang disebabkan
perkembangan sekularisasi dengan segala akibatny. Pemuda/i biasanya masih
mencari hal-hal dan jawaban-jawaban yang langsung berkaitan dengan hidup mereka
setiap hari. Sebab mereka mau memperoleh sesuatu daripadanya. Hal-hal yang
tidak mempuyai kaitan dengan hidup mereka, mereka anggap tidak relevan sehingga
tidak mereka sukai. Bahkan menurut para pendeta yang banyak memiliki
npengalaman dengan orang-orang muda, iman mereka umumnya samar-samar, tidak
jelas isinya. Kita selalu menyatakan bahwa iman adalah pekerjaan Roh Kudus. Tetapi
banyak pemuda/i tidak mengetahui apa itu Roh Kudus dan apa yang haarus
mereka lakukan dengan Dia.
Sebenarnya, ada banyak kekeliruan iman yang lazim terjadi terkhusus bagi
pemuda/i. Pada zaman sekarang ini, apalagi yang serba instan telah mempengaruhi
pola pikir mereka. Mereka menginginkan sesuatu dengan cara yang cepat dan tidak
perlu menunggu lama inilah masalah yang dihadapi oleh pemuda/i Kristen ketika
ingin mengharapkan sesuatu lalu berdoa kepada Tuhan berkali-kali meminta hal
yang sama, yang mengungkapkman mereka belum percaya mereka telah menerimanya.
Dengan meminta berkali-kali untuk hal yang sama adalah wujud keraguan Allah
mendengarkan kita ketika pertama kali meminta.[10] Banyak pemuda/i tidak memiliki
kesebaran hati dalam permohonannya. Akibatnya, mereka melakukan segala cara
untuk mendapatkan hal yang mereka inginkan. Sekalipun itu melanggar nilai-nilai
Kristeiani. Dengan tindakan ini, jelas bahwa iman yang mereka miliki sangat
tipis bahkan mungkin sama sekali tidak ada!
Pengaruh gereja pun ada terhadap hidup mereka. Walaupun ibadah-ibadah kita
umunya penuh dengan pemuda/i, namun ternyata itu tidak menarik perhatian
mereka. Hal itu antara lain nyata dari pembicaraan mereka ssesudah ibadah:
umumnya tidak mengenal ibadah dan khotbah yang baru saja mereka dengar, tetapi
tentang hal-hal lain.
Walaupun memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pemuda/i masa kini.
Yang dimaksudkan waktu di sini ialah waktu
di mana pemuda/i hidup sekarang, lain dari pada waktu pemuda/i yang hidup zaman
dahulu. Sebab itu tidak akan ada gunanya, kalau mereka “disapa” untuk
mendergarkan khotbah dan doa yang panjang dari pendeta-pendeta dalam ibadah.
Suatu hal lain yang harus diingat, ialah bahwa
ibadah-ibadah umumnya kurang menarik bagi pemuda/i. Kebanyakan pemuda/i
ini mengatakan bahwa ibadah-ibadah yang ada terlalu kering dan gersang: khotbah
terlalu dogmatis, doa terlampau inteelektual, bahkan liturgipun kaku dan
panjang.[11]
Dengan berbagai hal yang telah dipaparka di atas, peran gereja sebagai
salah satu wadah penguatan iamn percaya kepada Tuhan, harus memikirkan
langkah-langkah yang baru dan meninjau dalam mengokohkan iman percaya pemuda/i
sebagai generasi berikutnya agar tahan terhhadap tantangan yang selalu
berkembang yang dapat menghilangkan identitas mereka. Jika krisis iamn yang
saat ini terjadi segera diatasi, maka dapat dipastikan bahwa ajaran-ajaran
agama sebagai penuntun hidup kita menuju keselamatan akan hilang diganti oleh
perbuatan duniawa yang bobrok.
[1]
Dr. J. L. Ch, Abineno, Sekitar Katekese
Gerejawi, Pedoman Guru, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1999), hlm. 94-95
[2] P.
Rafael Hutabarat, Berkatekese Sebagai
Sarana Pembentukan Hidup Jemaat,Seri Kepemimpinan Jemaat 3, Yogyakarta:
paskat, 1988, hlm. 11
[3] Dr. J. L. Ch, Abinen, Sekitar Katekese Gerejawi, Pedoman Guru, Jakarta BPK Gunung Mulia, 1999, hlm. 100-101
[4]
Ibid, hlm. 110-111
[5] Ibid., hlm. 112-114
[6]
Diakses dari: http://onglem-pgsd.blogspot.co.id/2012/02/bab-i-pendahuluan.html?m=1.
, 18 Februari 2017, pukul 11.35 WITA.
[7]
Katarina Kartono, Psikologi Anak
(Psikologi perkembangan), Bandung: Mandar Maju, 2007, hlm. 11
[8]
Dikutip dari: http://onglem-pgsd.blogspot.co.id/2012/02/bab-i-pendahuluan.html?m=1.
, 18 Februari 2017, pukul 11.35 WITA
[9]
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Perseda, 2005, hlm. 267.
[10] Diakses
dari: http://www.heavensfamily.org.,
19 Februari 2017 01.05 WITA
[11] Dr.
J.L. Ch, Abineno, Sekitar Katekese
Gerejawi, Pedoman Guru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hlm. 114-124
Comments
Post a Comment
no SARA NO pornografi