teologi misi : misi abad modern (pencerahan)
BAB 1
PENDAHULUAN
Abad Pencerahan merupakan zaman di
mana akal atau ratio menjadi yang terutama.[1]
Pada masa Pencerahan, akal menjadi pusat dari segala sesuatu. Manusia tidak
boleh takluk pada kekuatan apapun di luar dirinya misalnya Tuhan. Hal ini mengakibatkan
semua hal yang berkaitan dengan agama selalu dikoreksi. Kebenaran-kebenaran
agama selalu dipertanyakan. Akibat yang ditimbulkan dari Pencerahan, yaitu
bahwa gereja semakin redup cahayanya untuk bersinar di tengah dunia ini.
Kehidupan rohani gereja semakin bobrok,
di mana para pendeta mengkhotbahkan hal-hal yang selalu mengagungkan akal. Para
jemaat tidak lagi dipedulikan oleh gereja. Pada masa ini, gereja semakin
sekuler. Jadi, firman Tuhan tidak lagi
menjadi pusat segala sesuatu melainkan akal.[2]
Dalam
kondisi yang seperti ini, muncul pertanyaan di benak kita. Pertanyaannya adalah
apakah ada tindakan misi pada abad modern ini? Apabila ada seperti apa misi
tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kelompok akan membahasnya dalam
paper mengenai : Misi Zaman Modern (Abad XVII - Awal Abad XX).
Bab II
PEMBAHASAN
1.
PENCERAHAN
Pencerahan lahir di Belanda, di mana Belanda adalah negeri yang
menaruh toleransi terhadap segala aliran rohani pada masa itu dan pemuka
Pencerahan dan memberi perlindungan kepada tiap-tiap filsuf revolusioner yang
lari dari tanah airnya. Sementara di negara-negara lain seperti Inggris,
Perancis, Jerman dll. Pencerahan sangat dirasakan. Di Inggris misalnya, di luar
Gereja muncul berbagai asas dari Pencerahan yang dipergunakan untuk membaharui
agama. Orang-orang yang memimpin akan pembaharuan itu menyebut dirinya orang
berpikiran bebas (free thinkers) oleh lawannya mereka disebut sebagai kaum deis. Deisme mengajarkan bahwa Allah ada
dan Ia yang menciptakan alam semesta ini. Setelah ia menciptakan dunia ini, ia
kemudian pergi meninggalkannya. Seperti jam tangan (arloji), demikianlah Allah
memperlakukan ciptaannya. Ajaran ini berkembang pesat di Perancis baik di
golongan rakyat biasa maupun pelajar.
Di
Perancis Agama Katolik sangat berpengaruh, namun mereka pun terpengaruh oleh
Pencerahan. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan gereja telah bersifat
sekuler, kehidupan rohani jemaat dan para pemimpin rohani semakin redup. Setelah
pecah Revolusi Prancis 1789, Gereja semakin dibenci. Pemerintah memutuskan
hubungan dengan Gereja. Gedung-gedung gereja pun dibakar, dan setelah Pencerahan di Perancis
mulai surut, Gereja tetap terpisah dari negara dan adanya kebebasan beragama.
Kemudian
di Jerman, mulanya Pencerahan kurang radikal, tetapi kemudian aliran baru
begitu amat digemari oleh golongan terpelajar yang ingin memajukan negerinya,
menjadi suatu negeri yang berkuasa dan modern.[3]
2.
KONTUR-KONTUR
PENCERAHAN
Berikut ini kelompok memaparkan
kontur-kontur atau ciri-ciri abad Pencerahan sebagai berikut :
a. Pencerahan
yang lebih dikenal dengan zaman penalaran.
Pada masa ini, pemikiran manusia dianggap sebagai hakikat atau titik tolak
untuk segala pengetahuan. Ini mengacu pada ucapan Descartes (Cogito, ergo sum) artinya pikiran
manusia adalah sebagai titik tolak untuk segala pengetahuan. Penalaran manusia
bersifat alamiah dan terbebas dari segala norma tradisi ataupun praduga.
b. Pencerahan
bekerja dengan skema subjek-objek.
Hal ini berarti ada pemisahan antara subjek dan objek. Dalam hal ini, manusia
memisahkan diri dari lingkungannya dan bisa meneliti lingkungannya. Contohnya
sbb: manusia dengan pemikirannya dapat meneliti obyek ilmiah, yakni kesuburan
dunia yang non manusia (alam). Pada skema ini manusia berperan sebagai subyek
dan alam sebagai obyek penelitian ilmiah. Pada prinsipnya, manusia dan pikiran
manusia tidak mempunyai batas. Alam bukan lagi ciptaan dan tidak lagi menjadi
guru bagi manusia, melainkan menjadi objek analisis. Keberadaan manusia
sendiripun bukan lagi dianggap sebagai suatu keberadaan yang menyeluruh. Dalam
hal ini, manusia bisa melihat dan mempelajari dari berbagai sudut pandang;
sudut pandang sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk religi, makhluk fisik,
antropologi dll.
c. Penghapusan maksud
dari ilmu pengetahuan dan pengenalan kausalitas atau perihal sebab akibat
sebagai kunci untuk memahami kenyataan. Pikiran manusia menjadi tuan dan
pendorong. Ia dengan cermat merencanakan ke depan untuk segala kemungkinan dan
semua proses sepenuhnya dapat dipahami dan dikendalikan. Ini menjadi suatu ciri
bahwa ilmu pengetahuan pada masa modern cenderung menjadi sepenuhnya
deterministik atau bersifat menentukan. Misalnya kehamilan, kelahiran, penyakit
dan kematian, kehilangan sifat misterinya dan berubah menjadi proses
biologis–sosiologis semata-mata. Ini berarti bahwa secara biologis dan
sosiologis semua manusia menjalani proses-proses di atas.
d. Keyakinan akan kemajuan.
Gagasan tentang kemajuan, pertama kali direalisasikan dalam program-program
pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Barat, di negara-negara dunia ketiga.
Model-model pembangunan teknologi barat ini dikategorikan dalam kategori
pemilikan materi, budaya konsumerisme dan
kemajuan ekonomi. Kategori-kategiri ini juga terbingkai pada gagasan tentang
modernisasi. Hal ini merujuk pada suatu tekanan hidup yang modern dan bukan
lagi tradisional. Dalam kerangka berpikir seperti ini, maka keterbelakangan
atau tradisional bertolak belakang dengan modernisasi. Hal yang baru dari model
pembangunan seperti ini adalah suatu keinginan untuk menyebarkan kekayaan di
antara mereka yang kurang beruntung. Tapi usaha ini agak bertentangan, karena
bertolak dari studi-studi yang diterbitkan 25 tahun terakhir sejak masa
Pencerahan muncul, mengindikasikan berbagai kegagalan dalam konsep pembangunan
seperti ini. Analisis dari studi-studi ini menunjukan bahwa bukan keuntungan
atau kekayaan yang merata bagi semua, malainkan kekuasaan. Karena dalam realitas
seperti ini, sikap egoisme atau mementingkan diri sendiri yang menentukan
segalanya. Akibat dari humanisme, renaisance dan tiba pada Pencerahan. Di sini
kita lihat bahwa agama tidak lagi mengatur penggunaan kekuasaan yang sah.
Kekuasaan dapat digunakan untuk kesejahteraan bersama. Tetapi, di satu sisi
kekuasaan dengan muda digunakan untuk keuntungan mereka yang sudah beruntung.
e. Pengetahuan ilmiah
bersifat faktual, bebas nilai dan netral.
Yang membuat satu keyakinan benar adalah fakta, dan fakta tidak sedikitpun
melibatkan pikiran orang yang mempunyai keyakinan itu. Fakta secara obyektif
adalah benar.
f. Semua masalah pada
prinsipnya dapat dipecahkan. Dalam paradigma seperti
ini, tidak ada cela atau misteri yang selama-lamanya akan menentang pikiran manusia.
Cakrawala pikiran manusia tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi. Ini sangat
berkaitan dengan kontur yang kedua, yang mengatakan bahwa umat manusia dan
pikitan manusia tidak mempunyai batas. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai
sesuatu yang bersifat komulatif atau bersifat menambah dan mencakup segala hal.
Bersamaan dengan data pengamatan yang semakin bertambah, maka ilmu
pengetahuanpun terus menerus selalu maju ke depan dan meningkat.
g. Pencerahan
menganggap manusia sebagai individu yang
dibebaskan dan otonom. Dalam kontur Pencerahan yang ketujuh ini, peranan
individu menjadi penting dan tertarik di dalam dan kepada mereka sendiri.
Karena itu, yang menjadi dasar tuntunan hidup pada masa Pencerahan adalah iman
kepada manusia. Manusia yang bebas dan alamiah, dapat disempurnakan tanpa batas
dan harus diizinkan berkembang mengikuti garis pilihannya sendiri. Perihal swasembada (usaha manusia untuk mencapai
kebutuhannya sendiri) mendapat tempat sebagai sebuah kredo suci yang
diagungkan. Individu mengalami dirinya dibebaskan dari perwalian Allah dan
gereja. Dalam hal ini, semua orang
dilahirkan sama dan memiliki hak-hal yang sama pula. Namun, semua ini tidak
diperoleh dari agama. Pada satu pihak, manusia lebih penting daripada Allah.
Pada pihak lain, pada dasarnya, manusia tidak berbeda dengan binatang dan
tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, individu dapat diturunkan derajatnya ke
tingkat mesin, dimanipulasikan dan bisa dieksploitasi bagi mereka yang ingin
melakukan itu dalam praktik-praktik tertentu.
3.
PENCERAHAN
DAN IMAN KRISTEN
Ciri
dominan zaman modern adalah antroposentrisme atau ajaran yang menyatakan bahwa
pusat alam semesta adalah manusia, ciri ini muncul sangat radikal pada masa
itu. Sebelum abad pencerahan semua tatanan dalam berbagai aspek diwarnai oleh agama,
baik itu tatanan sosial, etos pribadi, etos publik, pemikiran filsafat, seni
dan sebagainya. Tapi pada zaman pencerahan iman Kristen tidak lagi berfungsi
secara langsung sebagai sumber ilmu pengetahuan. Zaman pencerahan pada umumnya
tidak menyangkal keberadaan agama di muka bumi, tapi secara radikal
merelatifkan klaim bahwa agama Kristen adalah agama yang terpisah dari yang
lain atau eksklusif. Kekristenan dianggap sama dengan agama-agama lain manapun,
dan keunggulannya atas agama lain bersifat relatif. Untuk memahami antara
pencerahan dan iman Kristen, maka perlu kami menjabarkan ciri paradigma
pencerahan di bawah ini :
1. Nalar
Zaman pencerahan di mana cara
rasionalitas yang berbeda mulai berkuasa, dan nalar menggantikan iman sebagai
titik tolak. Perbedaaaan teologi dengan disiplin ilmu lain hanya pada obyeknya.
Sebelumnya ada pemahaman bahwa manusia mendapat eksistensinya dari Allah, tapi
pada masa pencerahan justru keberadaaan Allah justru karena manusia. Dalam
dunia yang antropomorfis seperti ini, tidak ada lagi tempat untuk Allah.
Berbagai dimensi baik itu politik, ekonomi, seni, filsafat, pendidikan, tatanan
sosial masih akan terus berputar menurut kriteria yang imanen atau berada dalam kesadaran atau akal budi (pikiran).
Dalam realitas seperti ini, gereja
dan teologi menyikapi tantangan ini dengan cara yang beragam.
-
Tanggapan yang pertama
dari Schleiermacher, Pietisme, dan kebangkitan-kebangkitan injili adalah
berusaha memisahkan agama dari nalar dan menempatkannya di dalam perasaan dan
pengalaman manusia dan melindunginya dari serangan pencerahan.
-
tanggapan yang kedua
berupa privatisasi agama, di mana agama menciptakan sebuah ruangan kecil untuk
dirinya dalam kehidupan publik.
-
Penyataan bahwa teologi
sebagai ilmu pengetahuan. Teologi sebagai ilmu pengetahuan tentang Allah “ ilmu
dari segala ilmu pengetahuan (Regina Sciencetarum).
-
Agama berusaha
menciptakan satu masyarakat Kristen
-
Merangkul masyarakat sekuler.
2. Pemisahan
antara subyek dan obyek dalam disiplin ilmu alamiah dan juga diterapkan dalam
ilmu teologi. Hal ini merujuk pada
pemusatan perhatian pada hermeneutika untuk menjembatani jarak antara teks kuno
dan konteks yang dibentuk pada zaman pencerahan. Kepentingan-kepentingan
historis dari data dalam Alkitab menjadi satu perhatian, dan pencerahan
memperlakukan tradisi biblika sebagai obyek semata-mata.
3. Penghapusan
maksud dari ilmu pengetahuan dan penggantian maksud oleh kausalitas langsung.
Hal ini sebagai petunjuk terhadap pemahaman tentang realitas, pandangan ini
juga menerobos masuk ke dalam pemikiran teologis. Iman Kristen pada dasarnya
tertarik pada teleologi yakni ilmu atau
teori bahwa semua kejadian (setiap gejala) terarah pada suatu tujuan. Pada
pertanyaan jadi kemana, tujuan puncak
kegiatan-kegiatan kita? dan maksud keberadaan kita , inilah yang memberi makna
pada kepada hidup kita. Yang sama luasnya bagi pengaruh teologi adalah pembedaan
pencerahan fakta dan nilai. Paradigma pencerahan yang toleran dengan lembut
memberikan manusia memilih nilai-nilai apa yang mereka lebih sukai dari sebuah
rentang pilihan yang luas.
Reaksi keagamaan terhadap pembagian
antara fakta dan nilai mengambil bentuk yang berbeda-beda. Salah satu bentuknya
adalah mendukung paradigma pencerahan dengan dengan menjungkir-balikannya.
Charles Hodge dalam pengantar ke dalam Systematic
Theology karangannya menyatakan, “ bila ilmu alamiah menaruh perhatian pada
fakta-fakta dan hukum alam, maka teologi menaruh perhatian pada fakta-fakta dan
prinsip Alkitab”.
Tanggapan lain terhadap dikotomi ini
dalam pengertian tertentu dikukuhkan pada asumsi-asumsi pencerahan. Dalam hal
ini, orang percaya menerima bahwa hal-hal yang keagamaan berhubungan dengan
nilai-nilai dan bukan fakta. Jadi fakta dan nilai dipisahkan dari ranah yang
bertumpang tindih. Supremasi diberikan kepada realitas yang transenden, yang
rohani, dan kekal dibandingkan dengan realitas yang alamiah.
4. Optimisme
dogma pencerahan bahwa semua masalah pada prinsipnya dapat diselesaikan. Hal
ini sangat memberi dampak pada teologi dan gereja. Optimisme dogma pencerahan
menolak mujizat dan setiap bentuk peristiwa yang tidak dapat diterangkan
lainnya. Salah satu ajaran mengenai
optimisme ini datang dari Galileo Galilei, menurut Galilei ketika Allah masih
digunakan sebagai satu hipotesis atau sesuatu yg dianggap benar untuk alasan
atau pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dsb) meskipun kebenarannya masih
harus dibuktikan. Allah menjadi Allah yang mengisi celah-celah. Sosok Allah
hanya dibutuhkan hanya untuk hal-hal yang darurat, saat yang kritis saja. Tapi
tahap demi tahap ketika pengetahuan manusia mulai meluas maka Allah didorong
kian jauh ke belakang.
5. Setiap
orang adalah individu yang telah dimerdekakan dan otonom. Hal ini segera
berdampak pada individualisme yang
merajalela. Ketika hal ini terjadi maka gereja terpinggirkan, karena
individu-individu dibebaskan dan merdeka. Setiap individu dapat mengambil
keputusannya secara individual menurut apa yang diyakini.
4.
MISI
DALAM MASA PENCERAHAN
a.
Gereja
dan Negara
Pencerahan
sangat mempengaruhi pemikiran dan praktik misi, usaha-usaha misi modern
dilatarbelakangi oleh zaman pencerahan ini. Pandangan dunia yang ekspansionis
sehingga berdampak pada tindakan ekspansi. Hal ini mendorong cakrawala Eropa
untuk melakukan pelayaran dan merintis jalan bagi suatu jangkauan misi Kristen.
Dalam hal ini, maka misi terbingkai dalam imperialisme barat.
Pada masa Constantinus sudah ada
hubungan simbiotik antara Gereja dan Negara. Hal ini terlihat dalam
kesalingtergantungan antara Paus dan kekuasaan Romawi Suci. Antara Paus dan
kaisar mereka bekerja dalam kerangka kesalingtergantungan dan Iman Kristen atau
dalam kerangka “dunia Kristen” atau Corpus
Christianum. Sementara itu, karena adanya pengaruh Reformasi yang
memberikan dampak yang besar antara hubungan Gereja dan Negara, maka terjadi
perpecahan dalam Kekaisaran Romawi Suci, walaupun demikian, gagasan tentang
dunia Kristen tetap utuh.
Akan tetapi, dalam kerangka berpikir Pencerahan,
ikatan atau hubungan antara gereja dan Negara semakin mengalami tekanan. Dalam
jangka panjang, kesatuan seperti itu semakin tidak dapat diterima. Paradoksnya[4]
berusaha untuk menghidupkan kembali cita-cita teokratis. Sejak itu, mimpi-mimpi
teokratis menjadi bagian dari masa lalu. Ekspansi kolonial dan gerejawi menjadi
dua hal yang terpisah.
Gagasan-gagasan Pencerahan yang lebih dari satu abad
dibelenggu, akhirnya dapat mengubah seluruh wajah Eropa. Dalam hal
koloni-koloni Amerika, kerajaan tetap memperluas pembatasannya di sebelah
Barat. Bukan sebagai bagian dari sebuah program keagamaan, budaya dan politik,
melainkan maksud-maksud imperialistik. Di Timur khususnya di India, kepentingan
antara kerajaan dan perdagangan menjadi sekuler.[5]
Sementara keagamaan itu menempuh jalannya sendiri, menimbulkan keadaan gereja yang semakin melemah, sehingga
berdampak pada perpecahan dan perselisihan, di mana untuk menjawab hal
pengakuan tentang iman harus secara akal. Akibat dari gereja yang sekular ini,
muncullah pietisme.
b.
Kekuatan-kekuatan
pembaharuan
Pembaharuan
selalu membawa pengaruh yang mendalam pada perkembangan–perkembangan misionaris.
Ada 3 hal yang mendukung terjadinya suatu pembaharuan adalah :
Ø Kebangkitan
besar koloni-koloni di Amerika
Ada dua pola pemikiran
yang ada pada saat itu, yang membuat terjadinya perbedaan dalam kebangkitan
koloni–koloni Amerika, yaitu kebangkitan besar (great awakening) dan suatu rangkaian revival (kebangkitan kembali). Dari kedua kebangkitan ini, diawali
dengan pertobatan nasional sebagai permulan
membawa pengaruh terhadap misi dan dapat menahan rasionalisme yang pada
waktu itu memberi pengaruh yang besar. Dengan demikian, dapat membuat keadaan gereja
kembali membaik.[6]
Ø Kelahiran
Metodisme
Metodisme berkembang
baik daripada koloni–koloni Amerika. Metodis memberi pengaruh pada Pencerahan, sebab tidak adanya perbedaan
antara orang–orang Kristen yang nominal dan orang–orang Kristen yang kafir. Karena
metodisme memiliki pengajaran yang sederhana dan menggunakan kiasan, sehingga
membuat terjadinya perbedan antara misi dalam negeri dengan misi luar negeri.
Hal ini mengakibatkan Corpus Cristianum
semakin berantakan. Di mana adanya kepentingan–kepentingan sekuler dan rohani
telah terpisah, sebab orang–orang metodis memusatkan perhatian pada keselamatan
jiwa.
Ø Kebangkitan
Evangelical dalam Anglikanisme.
Metodisme memberi
pengaruh pada penyuburan orang-orang Anglikan. Namun, ada perbedan antara Injil
Anglikan dengan Metodis. Perbedaan itu yakni Anglikan tetap pada kesetian
mereka kepada gereja Anglikan serta mempunyai keinginan untuk ada perubahan
dari dalam, sedangkan metodis memperlancar dan mendorong gereja Anglikan Injil
untuk melawan latitudarianisme yang agak lesu
pada waktu itu. Hal ini kemudian berdampak pada misi melalui kebangkitan
Injili, sehingga adanya pembaharuan dalam gereja-gereja yang tidak mapan,
khususnya presbiterian.[7]
c.
Kebangkitan
kedua
Salah
satu produk yang paling menonjol dari Kebangkitan Injili di Inggris maupun di
Amerika Utara dan juga di daratan Eropa adalah pembentukan perhimpunan secara
khusus yang bertujuan untuk misi ke luar negeri. Kebangkitan kedua bukanlah suatu permulaan
bagi Amerika utara (seperti batas tertentu bagi Inggris). Sebaliknya,
kebangkitan ini cukup banyak keuntungan dibandingkan dengan kebangkitan
pertama. Belajar dari kegagalan dan kekurangan, sehingga terjadi penyaluran
pelayanan khususnya misi dalam dan luar negeri. Kebangkitan ini mencapai puncak
di AS, di mana ada suasana yang baru, sehingga melahirkan semangat misioner.
Pada tahun 1817 usaha misioner telah menjadi semangat besar gereja-gereja
Amerika. Begitu pula di Inggris, slogan Carey yang terkenal adalah “
harapkanlah hal-hal besar dari Allah, usahakanlah hal-hal besar untuk Allah”.
Slogan ini sebagai ungkapan semangat penginjilan pada masa itu. Hal ini,
menunjukkan bahwa pencerahan telah memperkuat semangat ini dan menolong membawa
seluruh dunia ke dalam jangkauan Injil.
d.
Abad
ke-19
Generasi
misionaris dari Inggris, dari semua denominasi, seringkali terlibat dengan
pemerintah kolonial. Akan tetapi, ketika Inggris di bawah Ratu Victoria
berusaha kembali mendapatkan dimensi keagamaan. generasi-generasi kedua dan
para misionaris mengalami ketegangan yang semakin berkurang antara bekerja
untuk kerajaan Allah dan kepentingan-kepentingan kekaisaran. Kaum injili menjadi suatu
kekuatan karena dihormati di Negara, dan para misionaris, baik mereka
memaksudkannya atau tidak menjadi penganjur-penganjur ekspansi
imperialisme Barat.
Tidak diragukan lagi bahwa banyak dari
studi kaum Injili adalah demi kebaikan seluruh masyarakat. Namun, sayangnya
para pemimpin Injili tidak bebas dari paternalisme dan kesombongan.
Perkembangan-perkembangan juga terjadi
di Amerika Utara. Di sini ada satu suasana di mana kesempatan dan pengharapan
lebih bersifat optimistik yang berorientasi pada posisi teologis yang dominan
dalam praktis semua denominasi Protestan.
Di Amerika abad ke-19, kekristenan
adalah agama yang sudah mapan. Sedikit ketegangan terasa antara kemajuan dan
injil. Sebaliknya, kemajuan ilmiah dianggap dalam cara yang agak simplisit
(penyederhanaan). Sebagai perintis dalam kedatangan kerajaan Allah. Gagasan
tentang kerajaan Allah bukanlah suatu yang bersifat masa depan atau di luar
dunia ini melainkan di sini dan sekarang juga. Seluruh perkembangan ini,
dibedakan oleh karena kurangnya tekanan pada penginjilan. Pada satu pihak,
orang tidak lagi percaya bahwa mereka yang tidak tersentuh injil akan masuk ke
neraka. Sedangkan pada pihak lain, orang semakin berpendapat bahwa misi luar
negeri gereja-gereja Amerika mengambil bentuk dalam berbagai keuntungan dari
peradaban dan cara hidup Amerika dengan bangsa-bangsa di dunia yang miskin.
e.
Abad
ke-20
Pada
abad ke-20 ini dosa diidentifikasi dengan kebodohan dan banyak orang percaya,
bahwa melalui pengetahuan dan belas kasihan, maka akan menghasilkan perbaikan dan
manusia akan bangkit untuk mencapai potensi mereka.[8] Di
Amerika Utara kehancuran akibat perang saudara dan berbagai persoalan yang
ditinggalkan membuat banyak orang Kristen kehilangan harapan. Hanya kedatangan
kembali Kristus dalam kemuliaan yang dapat mengubah kondisi-kondisi yang dasariah
dan kekal. Dalam kalangan ini Injil mendapat prioritas tertinggi.[9] Secara
umum Protestanisme di Amerika Utara terpecah menjadi dua pihak. Satu pihak
memilih pra-milenialisme, yang kemudian berkembang menjadi fundamentalisme.
Sementara pada satu pihak tetap pada pasca-milenialisme. Pra-milenialisme dalam
praktiknya mentolerir korupsi dan ketidakadilan. Pra-milenialisme menyikapi hal
ini sebagai pemaknaan mereka terhadap tanda-tanda kedatangan Kristus. Di lain
sisi pasca-milenialisme dalam orientasinya lebih peduli pada dunia ini. Mereka
mengkritisi bahwa berkat-berkat yang diterima Amerika harus dibagikan kepada
bangsa-bangsa di dunia.
Bab
III
Kesimpulan
Dalam hal Protestantisme praktis, segala
sesuatu pada abad ke-18 sangat dipengaruhi oleh Pencerahan. Walaupun ciri-ciri
pencerahan lebih menekankan pada antroposentrisme yang radikal, tidak berarti
bahwa zaman pencerahan menentang agama Kristen karena pencerahan pada umumnya
tidak menyangkal posisi agama.
Pencerahan lebih
orientasi pada menganjurkan stratifikasi sosial pada abad pertengahan dan
penekananan pada nalar manusia. Dalam hal ini manusia bisa mengembangkan ilmu
pemikirannya tanpa harus dibatasi oleh dinding struktur masyarakat yang sangat
mutlak. Pencerahan memberi orang satu struktur kemungkinan baru bahwa iman Kristen
tidak lagi berperan secara langsung sebagai sumber ilmu pengetahuan. Zaman
pencerahan pada umumnya tidak menyangkal keberadaan agama di muka bumi, tapi
secara radikal merelatifkan klaim bahwa agama Kristen adalah agama yang
terpisah dari yang lain atau eksklusif. Kekristenan dianggap sama dengan
agama-agama lain manapun dan keunggulannya atas agama lain bersifat relatif.
Kekristenan
tidak menghilang setelah munculnya Pencerahan, sebaliknya saat itu kekristenan
menyebar ke seluruh dunia. Pencerahan secara radikal mempengaruhi pemikiran dan
praktik misi secara mendalam, usaha-usaha misi modern dilatarbelakangi oleh
zaman pencerahan ini. Sebagai contoh pandangan terhadap dunia yang ekspansionis
dari bangsa-bangsa Barat sehingga berdampak pada tindakan ekspansi. Hal ini
mendorong bangsa Eropa untuk melakukan pelayaran dan merintis jalan bagi suatu
jangkauan misi Kristen. Misi terbingkai dalam ekspansi.
Di tengah keadaan gereja yang semakin sekuler
akibat dari pencerahan ini, maka muncul juga apologetika Kristen ada
tindakan-tindakan misi yang terlaksana dengan munculnya para
rohaniawan-rohaniawan/gerakan-gerakan yang berusaha untuk menentang akan
pencerahan, melalui ajaran-ajaran yang mereka ajarkan. Gerakan yang memiliki
pengaruh itu di antaranya adalah pietisme/revival dan metodisme.
Politik bukanlah sesuatu yg
asing dalam Gereja. Misi harus dilakukan dalam setiap aspek. Agama dan nalar
dipisahkan. Bukankah dalam Agama kita perlu berpikir dan bernalar? Apologetik besifat
pembelaan.
Pietisme dan pencerahan : muncul
karena terpisahnya kekaisaran dan kepausan. Agama berjalan sendiri.
Bagaimana peran rasio untuk
merumuskan iman kita tentang siap itu Allah. iman dan akal budi menjadi sumber untuk
menjelaskan mengenai Allah.
Dinding2 gereja yang harus
dikritik.
Ada pekabaran misi.
Give me a humble heart.
Manfaat pietisme adalah
mengenai misi yg dikerjakan di dalam dunia.
Pietisme
mengajarkan agar seseorang hidup saleh sesuai dengan Injil Yesus Kristus. Hidup
yang sesuai dengan firman Tuhan, harus membuahkan hasil sesuai dengan
pertobatan. Mereka menekankan akan hidup kudus, di mana harus menjauh dari
dunia. Gerakan ini berkembang luas di Jerman, Belanda dan Inggris. Gerakan ini
kemudian meghasilkan semangat pekabaran Injil dalam negeri maupun luar negeri.
Selain pietisme, ada juga gerakan meotodisme. Gerakan ini dibawa oleh John
Wesley yang kemudian berkembang di Inggris. Gereja Metodisme berdasarkan pada
pertobatan anggota-anggotanya yang mengakibatkan gereja ini buka lagi menjadi
geraja yang sejati. Mereka lebih menekankan pada keselamatan karena usaha
manusia bukan karena anugerah Allah.
Istilah
yang digunakan untuk perluasan gerejawi dan kebudayaan yakni “misi”, dipahami
sebagai suatu pendamping perluasan imperial Barat. Sejak masa Konstantinus
sudah ada hubungan simbiotik antara gereja dan Negara, yang terwujud dalam abad
pertengahan dalam hal saling
kesalingketergantungan antara paus dan penguasa kekaisaran Romawi Suci.
Sementara itu, kekaisaran Romawi Suci juga mulai terpecah menjadi beberapa
Negara kebangsaan. Namun gagasan tentang dunia Kristen tetap utuh. Sulit untuk
membedakan antara unsur-unsur dan kegiatan-kegiatan politik, budaya, dan
keagamaan karena semuanya menyatu. Hal ini yang membuat kekuatan-kekuatan
kolonialis Eropa, Spanyol, dan Portugal untuk menganggap, bahwa mereka adalah
raja-raja Kristen, yang mempunyai hak suci untuk menaklukan bangsa-bangsa
kafir. Para penduduk asli Amerika Utara karena mereka “kafir” maka mereka tidak
mempunyai hak-hak dan juga dianggap tunduk kepada kekuasaan Inggris. Menaklukan
mereka dan mengambil tanah mereka dianggap sebagai suatu tugas suciyang sama
dengan penaklukan Israel atas tanah kanaan. Ketika orang-orang puritan[10]
melakukan misi kepada para penduduk asli Amerika , hal ini hanyalah sebuah cara
untuk menegaskan hegemoni[11]
kekristenan dan keadaan yang menguntungkan gereja dan Negara. Akan tetapi,
dalam kerangka berpikir Pencerahan, ikatan atau hubungan antara gereja dan
Negara semakin mengalami tekanan. Dalam jangka panjang kesatuan seperti itu
semakin tidak dapat diterima. Paradoksnya[12]
berusaha untuk menghidupkan kembali cita-cita teokratis. Sejak itu, mimpi-mimpi teokratis menjadi bagian dari
masa lalu. Ekspansi colonial dan gerejawi menjadi dua hal yang terpisah. Gagasan-gagasan
Pencerahan yang lebih dari satu abad dibelenggu akhirnya dapat mengubah seluruh wajah Eropa. Di
koloni-koloni Inggris,
Dampak positif dan negatif pada masa pencerahan.
Metodis di pusatkan pada
Garis besar
Iman Kristen abad pencerahan :implikasi dari kontur yang
masuk dalam iaman kriosten
Puncak dari praktek misi yang dilakukan. Kontur-kontur
di ibaratkan ke ciri2
Dmapak positif
·
Setiap oorang memandanag diri
mereka berhubungan langsung dengan allah dan tidak lagi melalui perantarraan raja,
bangsawan dann gereja.
·
Setiap orang bebas untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga berdampak pada kemajuan ilmmu
pengatahuan dan juga teknologi.
·
Penyebaran misi ke seluruh
dunia.
·
Hhilangnya stratifikasi dalam
masyarakat yang cenderung dilegitimasi oleh gereja dan Negara untuk
kepentingan2 tertentu.
Negative
·
Individualisme yang sangat
tinggi sehingga cenderung egoiis kemudian pola hidupnya sekuler masing2 orang
dan mengabaikann nilai2 agama.
·
Iman Kristen tidak lagi
berffungsi secarah langsung sebagai sumber ilmu pengatehuan.
[1] David J. Bosch, Transformasi
Misi Kristen, Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2000, hal.
[2] H. Berkhof & I.H.Enklaar,Sejarah Gereja , Jakarta: Bpk Gunung
Mulia, 2012, hal. 257
[3] H. Berkhof & I.H.Enklaar,
Sejarah …….. hal. 259-260
[4] pernyataan yg seolah-olah bertentangan
(berlawanan) dng pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung
kebenaran; bersifat paradoks
s
[5] David J. Bosch, Transformasi
Misi Kristen,……, hal. 427
[6] David J. Bosch, Transformasi
Misi Kristen,……, hal. 428
[7] David J. Bosch, Transformasi
Misi Kristen,……, hal. 429-430
[8] David J. Bosch, Transformasi
Misi Kristen,……, hal. 437
[9] David J. Bosch, Transformasi
Misi Kristen ,……, hal. 438
[11] pengaruh kepemimpinan, dominasi, kekuasaan, dsb suatu negara atas negara
lain (atau negara bagian)
[12] pernyataan yg seolah-olah bertentangan (berlawanan)
dng pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran;
bersifat paradoks
Comments
Post a Comment
no SARA NO pornografi