teologi misi : misi abat pertengahan



BAB I
PENDAHULUAN
Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai “Misi dalam Jemaat Mula-mula”. Pada kesempatan tersebut telah dibahas mengenai konteks gereja pada waktu itu, serta pokok-pokok teologi misi apa yang ada dalam periode tersebut. Telah dilihat bahwa pada masa tersebut gereja mengalami dua kondisi yang sangat bertolak belakang. Pertama, gereja mengalami suatu kondisi yang sangat ditekan dan disiksa. Kedua, gereja mengalami kondisi kebebasan yang belum pernah ia alami.
Pembahasan kali ini adalah lanjutan dari apa yang telah dibahas sebelumnya. Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas mengenai “misi dalam abad pertengahan”. Pembahasan tersebut akan dijabarkan dalam beberapa poin. Pertama, saya akan membahas mengenai konteks gereja pada abad pertengahan. Kedua, saya akan melihat pokok-pokok misi dalam abad pertengahan. Pada bagian terakhir saya juga akan menarik kesimpulan dari apa yang telah dipaparkan.
saya berharap bahwa apa yang akan disampaikan ini dapat berguna bagi kepentingan studi teologi, khususnya mengenai “misiologi”.











BAB II
MISI DI DALAM ABAD PERTENGAHAN[1]
A.      Konteks Gereja di Abad Pertengahan
dengan menyadari bahwa abad pertengahan adalah periode yang sangat panjang. Oleh karena itu, menurut saya tidaklah efisien jika pembahasannya diakomodir dalam sekali pembahasan saja. Jika pembahasannya hanya sekali saja, maka pembahasannya menjadi terlalu umum dan luas, sehingga hasilnya pun tidak optimal.
Oleh karena itu, saya akan membagi pembahasan mengenai abad pertengahan ini dalam dua bagian. Bagian pertama dari abad ke-7 sampai abad ke-13, dan bagian kedua dari abad ke-14 sampai abad ke-16.[2]
Abad ke-7 sampai abad ke-13.
1.        Konteks politik
Periode ini adalah periode yang ditandai dengan keadaan politik dunia yang mengalami perubahan drastis, yakni perubahan percaturan politik dunia. Hal ini dikarenakan dua hal, yakni runtuhnya Imperium Romawi Barat,[3] persaingan antara gereja dan negara, dan timbulnya perang salib (1095-1291 M).
·         Runtuhnya Imperium Romawi Barat.
Imperium Romawi Barat yang sangat berkuasa pada waktu itu mengalami kehancuran. Hal ini menyebabkan bangsa-bangsa yang selama ini menjadi taklukan Romawi  Barat muncul dan mendapatkan tempatnya dalam panggung sejarah dunia waktu itu. Bangsa-bangsa ini seperti bangsa Frank, bangsa Angelsaksis, bangsa Slav.[4]
·         Perang Salib
Melalui perang salib, percaturan politik dunia mengalami perubahan. Hal ini karena melalui perang ini, Paus mencoba untuk menancapkan kekuasaan politiknya atas daerah timur. Melalui perang ini juga, kesultanan Ottoman semakin memperluas wilayah kekuasaannya.
2.        Konteks keagamaan
Harus diakui bahwa pada masa itu perkembangan gereja secara jasmani mengalami banyak perkembangan. Pekabaran Injil terus dilakukan ke seluruh wilayah Eropa, sehingga banyak dari bangsa-bangsa di Eropa menjadi Kristen. Pembangunan gedung-gedung gereja yang megah. Gereja yang menjadi semakin kaya raya. Kehidupan para Klerus yang semakin mewah. Kekuasaan gereja yang semakin meluas, dll. Selain itu, pada masa itu adalah masa disaat gereja mencapai puncak kekuasaannya atas dunia sekuler.
Hal ini sangatlah bertolak belakang dengan kehidupan gereja secara rohani. Secara rohani kehidupan gereja mengalami kemerosotan. Di dalam gereja terdapat banyak praktik-praktik penyembahan terhadap patung-patung dan terhadap orang-orang kudus. Munculnya ajaran-ajaran gereja yang tidak alkitabiah.[5] Bahkan kehidupan dalam istana Kepausan pun dipenuhi dengan percabulan.
3.        Konteks kemasyarakatan
Pada masa ini, masyarakat cenderung selalu tunduk kepada dogma-dogma gereja. Mereka cenderung selalu menerima dogma-dogma gereja tanpa mempertanyakan kebenaran dari dogma tersebut. Akibatnya bukan hanya kehidupan para petinggi-petinggi agama yang mengalami kemerosatan, tetapi segenap kehidupan masyarakat pun mengalami kemerosotan. Menurut kelompok, ada dua alasan mendasar mengapa masyarakat pada waktu itu cenderung tunduk pada dogma gereja. Pertama, karena masyarakat pada waktu itu tidak mempunyai pengetahuan teologi yang baik, dan yang kedua mereka takut mendapat kutuk dari Paus.
Abad ke 14 sampai abad ke 16 M
1.        Konteks politik
Pada periode ini, terdapat satu momen yang menyebabkan terjadinya perubahan peta kekuasaan politk yang drastis. Momen ini, tidak lain dari kejatuhan Imperium Romawi Timur ke tangan Kesultanan Ottoman pada tahun 1453 M.[6] Dengan jatuhnya Romawi Timur, maka secara otomatis seluruh daerah kekuasaannya menjadi taklukan dari kesultanan Ottoman. Ini berarti kekuasaan politik dari kesultanan Ottoman semakin meluas. Selain itu, dengan runtuhnya Romawi Timur, seluruh negeri yang ada di Eropa menghadapi ancaman besar. Hal ini karena selama ini Romawi Timurlah yang menjadi benteng bagi dunia Eropa.
2.        Konteks keagamaan
Pada periode ini, secara keagamaan gereja mengalami kemunduran. Kemunduran ini dikarenakan dua faktor, yakni internal dan eksternal.
·      Faktor internal
Dari dalam, faktor yang menyebabkan gereja mengalami kemunduran adalah sikap hidup dari Paus sendiri dan para klerus. Kehidupan mereka sangatlah dipenuhi dengan korupsi, kesombongan, kemewahan, percabulan dll.[7]
·         Faktor eksternal
Dari luar, faktor yang menyebabkan gereja mengalami kemunduran adalah semakin luasnya agama Islam berkembang atau dengan kata lain semakin sedikit wilayah-wilayah Kristen yang ada. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan terjadinya kemunduran adalah munculnya paham-paham filsafat yang menentang ajaran Kristen.
3.        Konteks kemasyarakatan
Dalam hal kemasyarakatan, terjadi perubahan yang besar. Perubahan ini merupakan akibat dari kesadaran baru yang muncul dalam masyarakat, yakni manusia adalah tuan atas dirinya sendiri. Oleh karena itu manusia tidak perlu tunduk dan patuh terhadap kuasa apapun. Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah renaissance atau kelahiran kembali.
Dengan cepat paham ini mendapat tempat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, dan salah satunya adalah “ilmu pengetahuan”. Penekanan pada rasio manusia dihidupkan kembali, sehingga masyarakat pada waktu itu mulai mempertanyakan dan menyelidiki kebenaran dari dogma-dogma gereja. Akibatnya gereja mengalami krisis kepercayaan yang belum pernah  dialami sebelumnya.
                          



B.       Pokok-pokok Misi pada  Abad Pertengahan
1.        Misi dan Penerapannya
Pada masa itu, terdapat tiga cara yang dipakai untuk praktik misi. Pertama, misi diusahakan dengan cara pemaksaan. Pemaksaan yang dimaksudkan di sini adalah pemaksaan dengan melakukan kekerasan fisik terhadap orang-orang yang tidak mau menjadi Kristen. Hampir sama dengan cara yang pertama, cara yang kedua di sini juga menggunakan pemaksaan. Hanya saja pemaksaan  yang dimaksudkan di sini bukanlah pemaksaan dengan cara kekerasan. Pemaksaan yang dimaksudkan di sini adalah dengan memberikan tekanan secara ekonomi dan politik. Misalnya orang-orang yang tidak mau masuk Kristen akan dikenakan pajak yang lebih tinggi. Selain itu orang-orang yang tidak mau masuk Kristen tidak mendapatkan hak-hak politiknya. Dengan cara tersebut, maka orang-orang dengan sendirinya dipaksa masuk Kristen karena jika tidak, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam hidup mereka. Ketiga, misi diusahakan tanpa melalui paksaan. Jika dilihat dari sudut pandang kemanusiaan, maka cara yang ketiga ini tergolong lebih baik dari pada kedua cara sebelumnya. Hal ini karena cara yang ketiga ini lebih kepada pembujukan dan dan menggunakan cara yang halus.
2.        Misi dan Kolonialisme
Salah satu hal yang menjadi pokok misi pada abad pertengahan adalah mengenai hubungan misi dan kolonialisme. Pada masa itu, misi dan kolonialisme mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Keduanya selalu berhubungan dan berkaitan bagaikan dua sisi mata uang. Kegiatan atau praktik misi selalu bersamaan dengan motif kolonial dan begitu juga sebaliknya.
Hal seperti ini berdampak pada kekristenan yang dihasilkan dari praktik misi itu sendiri. Pertama, kekristenan yang dihasilkan bukanlah kekristenan yang betul-betul kontekstual, melainkan kekristenan yang diimpor dari luar, sehingga menyebabkan para pemeluknya tidak meresapi dengan betul kekristenan itu. Kedua, kekristenan menjadi agama yang superior, sebab kekristenan mendapatkan perlindungan dari penguasa yang ada.
3.        Misi dan Rennaisance
Pada awal abad ke-14 cara hidup masyarakat di Eropa mulai mengalami perubahan bentuk. Perubahan ini mula-mula terjadi di Italia, namun dengan cepat menyebar keseluruh wilayah Eropa. Perubahan ini terjadi karena masyarakat mulai mempelajari kembali ajaran-ajaran filsafat, terutama filsafat Plato dan Aristoteles.
Keadaan ini membawa dampak secara langsung terhadap elektabilitas gereja. Masyarakat pada waktu itu yang cenderung selalu tunduk kepada ajaran gereja, mulai melepaskan diri dari ajaran tersebut. Bahkan tak jarang ada yang kembali menyerang ajaran-ajaran gereja. Masyarakat pada waktu itu mulai belajar untuk melepaskan diri dari cengkraman ajaran-ajaran gereja dan menjadi tuan atas dirinya sendiri. Singkatnya manusia tidak perlu patuh dan taat pada kuasa-kuasa yang ada di atasnya. Hal ini karena yang menjadi pusat dari kehidupannya adalah dirinya sendiri.
Dalam konteks yang sedang berubah ini, timbullah suatu tantangan bagi gereja. Tantangan ini berkaitan dengan bagaimana gereja akan menjalankan misinya. Hal ini menyangkut dengan dua hal penting. Pertama, bagaimanakah gereja akan memberitakan tentang Yesus Kristus, jika apa yang akan gereja sampaikan itu sangat tidak dapat dimengerti oleh akal sehat. Dengan kata lain, bagaimanakah gereja akan berbicara mengenai penyataan Allah kepada konteks masyarakat yang sangat menekankan rasio. Kedua, bagaimanaka h gereja melihat bahwa yang menjadi orientasi dari praktik misi bukan lagi orang-orang yang belum mengenal Kristus, akan tetapi juga kepada orang- orang yang telah murtad.
C.      Daftar Kegiatan Pekabaran Injil
Berikut ini kelompok akan memberikan daftar-daftar kegiatan misi yang dapat kelompok berikan.
1.      Pekabaran Injil kepada bangsa anglo-saxon.[8]
2.      Pekabaran Injil yang dipelopori oleh gereja angel-saks kepada bangsa Fris.
3.      Pekabaran Injil kepada sebagian besara penduduk Jerman oleh Bonifatus (selain penduduk Jerman utara dan Jerman).
4.      Pekabaran Injil kepada penduduk Jerman utara  oleh bangsa Frank.
5.      Pekabaran Injil kepada penduduk  Jerman Timur dan Polandia Utara oleh penduduk Jerman utara yang telah lebih dahulu menjadi Kristen.[9]


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari hasil penjelasan di atas, maka saya menarik beberapa kesimpulan yaitu:
1.      Abad pertengahan adalah abad di mana gereja mengalami dua kondisi yang saling bertolak belakang. Pertama, gereja mencapai kekuasaan tertinggi atas dunia sekuler (abad ke 7-13). Kedua, gereja kehilangan kekuasaannya atas dunia sekuler (abad ke 14-16).
2.      Praktik misi pada waktu itu tidak dapat dipisahkan dari motif kolonialisme.
3.      Misi pada waktu itu bersifat subjek-objek.
4.      Terdapat tiga cara penerapan misi, yakni misi diterapkan secara paksa melalui kekerasan fisik, misi diterapkan melalui cara paksa, dengan memberikan kebijakan ekonomi dan politik dan yang ketiga adalah misi diterapkan tanpa melalui cara paksaan.
5.      Tidak ada upaya untuk mengkontekstualisasikan kekristenan berdasarkan daerah di mana kekristenan itu berada. Kekristenan pada waktu itu selalu saja merupakan kekristenan yang diimpor dari luar.


[1] Istilah “abad pertengahan” ini muncul setelah terjadinya reformasi (1517 M). Istilah ini dipakai untuk menunjuk masa di antara gereja kuno dan masa reformasi. Periode ini kurang lebih berawal dari abad ke VII sampai abad ke XVI.
[2] Pembagian bahasan ini berdasarkan  kemunculan paham Rennaisance, kelompok akan membahas abad pertengahan pada masa sebelum lahirnya Rennaisance dan abad pertengahan pada masa setelah lahirnya Rennaisance.              
[3] H. Berkhof, I.H. Enklaar. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011. hlm 72-73.
[4] Thomas Van Den End. Harta dalam bejana;  sejarah ringkas gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.  hlm 99.
[5] David J. Bosch, Transformasi..............................................hlm 351.
[6] B.F. Drewes dan Julianus Mojau.  Apa Itu Teologi; pengantar ke dalam ilmu teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia,  2011.  hlm 43
[7] H. Berkhof, I.H. Enklaar, Sejarah.........................................hlm 96.
[8] Thomas Van Den End, Harta dalam ............................................hal 101
[9] Thomas Van Den End, Harta dalam ............................................hal 102

Comments

Popular posts from this blog

laporan buku ragi cerita II

teologi misi : misi abad modern (pencerahan)

teologi misi : misi gereja mula-mula