resensi buku "Ekumenika dalam Pembangunan Bangsa".
EKUMENE DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
Setelah
membaca buku Marantika ada beberapa hal yang ia uraikan, yaitu persekutuan
Kristen di abad-abad permulaan yang diperkenalkan dengan suatu persekutuan yang
baru dan dikenal dengan nama Kristen. Walupun persekutuan ini jumlahnya sangan
kecil, namun oleh karena kepercayaan dan keyakinan yang tak tergoyahkan kepada
Yesus Kristus, mereka dapat bertahan meskipun menghadapi hambatan-hambatan
besar. Hal ini dapat terwujut oleh karena persekutuan ini mendasari persekutuan
mereka berdasarkan “Kasih kepada sesama”, “kepercayaan” serta persekutuan ini
adalah persekutuan orang-orang yang “beribadah” dan “berdoa”. Seiring dengan
berjalannya waktu persekutuan ini berkembang dan sampai pada sebuah kesimpulan
bahwa “Keesahan Kristen atau ekumene itu
sudah lama di alami sebelum ia diajarkan dan ditafsirkan”.
Perkembangan
gereja selaku satu kesatuan yang hidup itu sepanjang sejarah mengalami titik
komulasi dengan berbagai pergumulan dan tantangan yang dihadapi, hingga
perpecahan yang terjadi pada masa Reformasi yang dipandang sebagai titik puncak
ketegangan-ketegangan yang terjadi dalam sejarah gereja. Pada saat itulah
seseorang yang kita kenal sebagai Martin Luther menganjurkan suatu pembaruan
(reformasi), yang menekankan supaya orang kristen lebih berani memihak pada
kebenaran injil Yesus Kristus, ketimbang memihak kepada suatu persatuan
gerejani yang tidak realistis serta memperkosa otoritas Injil Kristus. Yang
jelas, bahawa yang dikehendaki Luther bukanlah perpecahan melainkan suatu
pembaruan yang menyeluruh. Menurut Luther persatuan gereja harus didasarkan
pada kebenaran injil, dan bukan untuk memperkukuh kekuasaan atau otoritas
seorang manusia, seperti halnya dengan Paus di Roma. Suatu gejala khusus yang
nampak dalam Reformasi itu ialah, bahwa penganut-penganut reformasi itu
mendirikan gereja-gereja menurut batas negara mereka.
Meskipun
demikian ada usaha-usaha yang dilalukan untuk mempersatukan kembali yang
dikenal dengan aliran pembebasan, namun harus diakui bahwa belum semua gereja
pada waktu itu sadar dan mengakui kesalahannya. Namun pada abad ke-19 mulai ada
kesadaran dari mereka dan mulai membentuk organitoris serta ikatan kasih dan
iman di antara semua orang percaya makin dipertegas dan membangkitkan keinginan
untuk saling membantu. Dari sinilah timbul pelopor-pelopor pergerakan ekumene
yang kita kenal dan konperensi IMC di Edinburg merupakan hasil dari usaha-usaha
yang dilakukan gereja-gereja guna mempererat kembali keesaan dalam gereja tanpa
menonjolkan perbedaan-perbedaan doktrin gerejani para peserta. Dari konperensi
tersebut disepakati beberapa pokok-pokok persoalan. Dan dengan jelas dikatakan,
bahwa tugas pekabaran injil ialah untuk menanamkan ditengah-tengah suatu bangsa
tentang suatu persekutuan yang telah datang pada kesadaran bahwa mereka semua
satu dalam Kristus. Hal ini berlanjut pada konperensi kedua IMC di Yesrusalem
dengan pergerakan Ekumene sehingga menyepakati beberapa keputusan dan yang
menjadi perhatian khusus yaitu mengenai persoalan Apakah gereja itu?. Dan dari pembicaraan itu menghasilkan gagasan
untuk mendirikan dewan gereja-gereja sedunia.
Menurut Marantika, di Indonesia
pesan Ekumene itu telah terdengar juga, yaitu dengan lahirnya Dewan
Gereja-gereja Di Indonesia (DGI) pada tanggal 25 mei 1950, sebagai tempat
permusyawaratan dan usaha bersama gereja-gereja agar tersimpan suatu nilai
rohani yang besar yang dapat memberikan kesanggupan umat kristen di Indonesia
untuk secara bersama-sama mengerjakan dan melaksanakan segala sesuatu demi
untuk memasyurkan injil Yesus Kristus di seluruh tanah air Indonesia. Dengan
adanya DGI diharapkan supaya kelak pada waktu Tuhan datang, meskipun kita beda
suku dan agama, kita tetap diberkati dengan satu Gereja Kristen yang Esa di
Indonesia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat golongan-golongan
atau-kelompok-kelompok gereja yang belum dan masih ragu-ragu masuk dan ikut
berpartisipasi ke dalam keluarga besar DGI.
Dalam
program nya PGI tidak luput dari bentrokan-bentrokan yang mengakibatkan
perpecahan. Dengan adanya persoalan tersebut maka perlu bagi DGI untuk
membina dengan bersama-sama dalam
sidang-sidang raya DGI yang dilakukan untuk terus melakukan pembaruan antara
lain sidang raya ke-6 di Makassar tahun 1967. Sidang raya ini mengeluarkan satu
keputusan mengenai pokok dalam rangka
tema pembaruan gereja dan dengan kepercayaan, bahwa itu adalah kehendak Allah dan merukan
anugerah Allah bagi GerejaNya. itu
berbentuk yang nyata di dalam semua tempat di mana orang-orang yang telah
dibabtiskan dalam nama Yesus Kristus, dan mengakuiNya selaku Tuhan dan
Juruslamat, dihimpun oleh Roh Kudus di dalam satu persekutuan yang memelihara
pengakuan iman rasuli. Pada tahun 1954 DGI diterima sebagai anggota IMC dan
mendapat peranan sebagai alamat/konsultan bagi dewan gereja-gereja sedunia,
untuk membantu mengembangkan pengertian dan partisipasi gereja-gereja anggota
DGI terhadap peranan dewan Gereja-gereja Sedunia dalam keseluruhan gerakan
ekumene di dunia ini.
Comments
Post a Comment
no SARA NO pornografi