profil Klasis Alor timur



B.  LETAK GEOGRAFIS
B.1. Perwilayahan dan Batas Wilayah
Secara umum Klasis Alor Timur terletak di paling ujung bagian Timur dari Pulau Alor. Bagian Timur dan Selatan Berbatasan dengan Laut Timor, bagian Utara berbatasan dengan Selat Maluku, bagian Barat bebatasan dengan wilayah pelayanan KPWK Alor Selatan.
Wilayah Klasis Alor Timur hingga 2007/2008 terbagi atas 12 (dua belas) jemaat wilayah dan 2 (dua) jemaat mandiri. Selanjutnya demi mempermudah koordinasi pelayanan, maka Klasis Alor Timur dibagi lagi ke dalam 3 (tiga) wilayah teritorial.
1.         Teritorial I, yang meleputi wilayah Pido, Kanarimbala, Taramana, Kamot, Waisika dan jemaat Ebenhaezer Bondata.
2.         Teritorial II, yang meliputi wilayah Tanglapui, Kolana Selatan, Kolana Utara, Sardis Kolana, Mausamang dan Padang Panjang.
3.         Teritorial III, yang meliputi wilayah Purnama dan Langkuru.
Secara khusus teritorial II yang merupakan tempat penelitian penulis, dapat dibagi lagi dalam 5 (lima) jemaat wilayah dan 1 (satu) jemaat mandiri yaitu sebagai berikut:
1.         Jemaat wilayah (WIPA) Tanglupai meliputi 5 (lima) mata jemaat dan 2 (dua) pos pelayanan yaitu:
·         Mata jemaat Gilgal Moduda
·         Mata jemaat Lahairoi Lantoka
·         Mata jemaat Kefas Kaipera
·         Mata jemaat Ebenhaezer Kobra
·         Mata jemaat Imanuel Belemana
·         Pos pelayanan Sion Lipa
·         Pos pelayanan Bukit Sion Damalupa.
2.         Jemaat wilayah (WIPA) Kolana Selatan meliputi 7 (tujuh) mata jemaat yaitu:
·         Mata jemaat Betania Maritaing
·         Mata jemaat Syalom Salimana
·         Mata jemaat Silo Naungmang
·         Mata jemaat Imanuel Wapu
·         Mata jemaat Ebenhaezer Erana
·         Mata jemaat Mahanaim Asingkala
·         Mata jemaat Siloam Karangle
3.         Jemaat wilayah (WIPA) Kolana Utara yang terdiri dari 2 (dua) mata jemaat yaitu:
·         Mata jemaat Penile Kolana
·         Mata jemaat Ebenhaezer Maritaing
4.         Jemaat wilaya (WIPA) Mausmang yang terdiri dari 2 (dua) mata jemaat dan 1 (satu) Pos Pelayanan yaitu:
·         Mata jemaat Betesda Nawera/ Kiralela
·         Mata jemaat Betel Takala
·         Poe pelayanan Kana Maukuru
5.         Jemaat Wilayah (WIPA) Padang Panjang terdiri dari 4 (empat) mata jemaat dan 1 (satu) Pos Pelayanan
·         Mata jemaat Betania Padang Panjang
·         Mata jemaat Elim Maukuru
·         Mata jemaat Ekesia Kopa
·         Mata jemaat Refel Dadamang
·         Pos pelayanan Betel Atakpira
6.         Jemaat Sardis Kolana
Batas-batas wilayah pelayanan Teritori II Kasis Alor Timur adalah sebagai berikut:
·           Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Timor
·           Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Teritori I dan III
·           Sebelah Utara berbatasan dengan  Selat Maluku
·           Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Timor

B.2. Keadaan Tanah dan Iklim
Keadaan tanah di Klasis Alor Timur, khususnya di teritori II pada umunya bergunung-gunung dan berlembah-lembah. Banyak terdapat jurang terjal, perbukitan, tanjung dan daerah landai, hanya sedikit di tempat tertentu yang datar. Daerah yang datar hanya di daerah Maritaing, dataran Lantoka dan dataran Padang Panjang yang juga merupakan area persawahan.
Wilayah teritori II kira-kira terdiri dari 40% dataran rendah yaitu daerah pesisir dan 60% merupakan dataran tinggi. Di daerah pesisir keadaan tanahnya sebahagian berbatu-batu dan berkarang dengan ditumbuhi tumbuhan bakau dan semak, tetapi juga ada daerah pesisir yang tanahnya subur. Daerah-daerah ini dijadikan sebagai lahan pertanian atau tempat berladang. Sedangkan di dataran tinggi, keadaan tanahnya ada sebagian yang merah padat dan tanah putih padat. Daerah ini ditumbuhi tumbuhan spora yakni tumbuhan lumut dan paku serta sebagian besar merupakan ilalang dengan pohon kayu putih, ampupu serta beberapa tumbuhan sabana. Ada juga sebagian tanah yang merupakan tanah vulkanis yang ditumbuhi hutan rimba (hutan tropis) rawa-rawa. Daerah ini dijadikan sebagai daerah persawahan dan lahan untuk berladang.
Wilayah ini beriklim tropis sehingga memiliki 2 (dua) musiman yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan dimulai dari akhir Oktober atau awal November hingga akhir bulan April atau awal bulan Mei. Suhu udara di daerah pesisir itu panas, sedangkan suhu udara di daerah-daerah dataran tinggi bersuhu sangat dingin.

C.  KEADAAN DEMOGRAFI
C.1. Pengorganisasian Pelayanan          
Struktur kepemimpinan di Klasis Alor Timur adalah sebagai berikut:
·           Ketua                   : Pdt. Philipus Tande, S.Th
·           Sekretaris                         : Donisius Mokola
·           Bendahara            : Pdt. Oktovianus S. Mautoring, S.Th
Untuk mendekatkan pelayanan kepada jemaat, maka dibentuk badan pengurus kategorial fungsional tingkat Klasis yang disebut Tim Pembantu KPWK. Dari badan Pengurus ini, dibentuk lagi koordinator pengurus kategorial fungsional di setiap teritori. Badan pengurus tingkat Klasis tersebut adalah sebagai berikut:
·           BP. PAR             : Donisius Mokola
·           BP. Pemuda         : Pdt. Moses Moli
·           BP. Perempuan    : Pdt. Helda Mimi Sir-Seo, S.Th
·           BP.PD                  : Ev. Yahya Padadena
C.2. Kepemerintahan
Dari sisi kepemerintahan dan kemasyarakatan, Klasis Alor Timur berada dalam 3 (tiga) wilayah pemerintahan kecamatan yakni wilayah Kec. Alor Timur di Maritaing, Kec. Alor Timur Laut di Kemang, Kec. Peruman di Peitoko. Wilayah pelayanan teritori II Klasis Alor Timur, termasuk dalam wilayah Kec. Alor Timur, Kab. Alor, Prop. NTT, dengan tersebar di beberapa desa yaitu sebagai berikut:
1.      Desa Tanglapui di Lantoka. Jemaat-jemaat yang berada di wilayah desa ini adalah sebagian besar jemaat wilayah Tanglapui
2.      Desa Tanglapui Timur di Kobra. Jemaat yang berada di wilayah desa ini adalah sebagian kecil jemaat wilayah Tanglapui yaitu mata jemaat Ebenhaezer Kobra dan Pos Pelayanan Sion Lipa.
3.      Desa Padang Panjang di Padang Panjang. Jemaat yang berada wilayah desa ini adalah sebagian besar jemaat-jemaat di wilayah Padang Panjang.
4.      Desa Belemana di Belemana. Jemaat yang termasuk dalam wilayah desa ini adalah salah satu mata jemaat dari jemaat wilayah Tanglapui yaitu mata jemaat Imanuel Belemana.
5.      Desa Maukuru di Maukuru. Jemaat yang berada di wilayah desa ini adalah salah satu jemaat wilayah Padang Panjang yaitu mata jemaat Elim Maukuru.
6.      Desa Mausamang di Nawere/ Kiralela. Jemaat-jemaat yang berada di wilayah desa ini adalah jemaat wilayah Mausamang.
7.      Kelurahan kolana Utara di Kolana. Jemaat-jemaat yang berada di wilayah kelurahan ini adalah jemaat Sardis Kolana dan salah satu mata jemaat dari jemaat wilayah Kolana Utara yaitu mata jemaat Peniel Kolana.
8.      Desa Maritaing di Maritaing. Jemaat yang termasuk dalam wilayah desa ini adalah sebagian WIPA Kolana Selatan dan sebagian WIPA Kolana.
9.      Desa Kolana Selatan di Naungmang. Jemaat-jemaat yang termasuk dalam wilayah desa ini adalah sebagian besar jemaat wilayah Kolana Selatan.

C.3. Mata Pencaharian
Ada pun yang menjadi mata pencaharian masyarakat di wilayah pelayanan teritori II wilayah Klasis Alor Timur adalah pada umumnya berorientasi pada pertanian. Selain dari mata pencaharian sebagai petani, sebagian kecil dari mereka adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mereka adalah guru SLTP dan SD serta mereka yang bekerja aparatur pemerintah Kecamatan Alor Timur.
Sebagai petani, sistim pertanian mereka adalah sistim pertanian tradisional yaitu ladang berpindah-pindah dengan mengikuti siklus musiman yang berlaku di wilayah ini yaitu musin kemarau dan musim hujan. Pada umunya mereka melakukan aktifitas pertanian pada musim hujan. Jenis komoditi yang dihasilkan dari ladang yang berpidah-pindah adalah gandum, jagung, kacang-kacangan dan buah-buahan. Selaih hasil-hasil komoditi yang dihasilkan dari ladang-ladang yang berpindah-pindah, ada juga hasil-hasil komoditi lainnya yang dihasilkan melalui persawahan dan ladang tetap yang ditanami tanaman umur panjang serta hasil-hasil laut. Mereka yang beorientasi pada area persawahan adalah terutama sebagian dari mereka yang berada di dataran Tanglapui (Lantoka, Damalupa, Kobra, Beleman) dan dataran Padang Panjang (Padang Panjang, Lakateng, Wakaleta, Kopa). Hasil komoditi yang dihasilkan melalui usaha di area persawahan adalah padi, jagung, kacang-kacangan, bawang dan sayur-sayuran. Area persawahan tersebut belum diolah secara maksimal karena sistim irigasi atau perairan yang belum memadai. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia yang ada di sana dan terbatasnya penyediaan sarana dan prasarana pertanian. Pengolahan pertanian dibidang persawahan tersebut, selama ini hanya hanya dengan mengunakan tenaga manusia disertai peralatan yang sederhana yaitu cangkul, parang dan linggis.
Bagi mereka yang berada di pesisir pantai (Kolana Selatan, Maritaing, Kolana Utara, Mausamang, Takala, Maukuru, Urakena), pekerjaan sampingan selain petani adalah melaut. Hasil-hasil dari aktifitas melaut adalah ikan, kerang laut dan garam masak. Hasil komoditi lain yang dihasilkan adalah kemiri, asam, jambu mente dan kelapa. Di samping usaha pertanian, ada usaha-usaha bertenak sapi, kambing, babi dan ayam, serta berburu dan meramu. Sebenarnya ada banyak lahan potensial yang tersedia hanya belum dikelola secara maksimal karena sebagaimana yang sudah dikemukakan sebelumnya yaitu keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan tidak tersedianya alat-alat pertanian yang modern.
Walau pun mata pencaharian mereka pada umunya adalah bertani, tetapi bukanlah petani profesional dan produktif. Hasil-hasil pertanian atau komoditi yang dihasilkan hanya cukup untuk dikonsumsi oleh mereka saja. Kalua pun hasil-hasil komoditi mereka didistribusikan ke pasar, mereka mengalami kesulitan trasportasi, berhubung kondisi geografis yang tidak begitu menjamin. Mereka juga mengalami kesulitan dalam menemukan peluang pasar karena jauh dari kota.
Keadaan produktifitas pertanian dan profesionalisme petani di wilayah ini, sebagaimana yang sudah digambarkan di atas, bukan saja dipengaruhi oleh faktor Sumber Daya Manusia (SDM) dan keterbatasa sarana dan prasarana pertanian, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor geografis dan daya kosmologi. Areal yang menjadi orientasi pertanian mereka adalah daerah atau tempat-tempat subur yang ditandai dengan adanya hutan tropis yang terdapat sumber-sumber air. Tempat-tempat seperti ini terbanyak jauh dari penduduk yaitu di kampung-kampung lama dengan kondisi geografisnya berlandai, berbukit, bergunung dan lembahan terjal. Hal ini mengakibatkan adanya kesulitan dalam pengawasan terhadap lahan-lahan pertanian mereka serta mengakibatkan adanya kesulitan dalam proses arus pendistribusian produksi pertanian ke lumbung-lumbung pertanian di penduduk.
Produktifitas pertanian dipengaruhi juga oleh pengaru kosmologi. Di balik dari semua fenomena alam yang terjadi seprti angin, gempa, matahari, hujan, ada kuasa yang bekerja. Semua fenomena atau gejala-gejala ini dari satu sisi dapat menjamin produktifitas pertanian mereka, tetapi dari satu sisi yang lain mendatangkan bencana. Kemarau yang panjang, hujan berkepanjangan, angin badai, dapat menjadi ancaman bagi usaha pertanian mereka. Ancaman kosmologi ini terjadi disebabkan karena ketidak taatan mereka terhadap kultus-kultus pertanian atau aturan-aturan yang sudah dianggap sebagai hukum alam setempat yang mereka selalu wujudkan melalui ritus-ritus pertanian. Untuk mengantisipasi keadaan ini, maka dilakukan ritus atau kultus-kultus tertentu. Lahan-lahan yang tidak terkontrol dengan baik, hasilnya tidak memuaskan karena terutama dihabiskan hama babi, rusa, kuda, kambing, tikus, burung dan sebagainya. Hama-hama berupa binatang-binatang tersebut, pada saat-saat tertentu ditunggangi atua dirasuki setan (mokuani) yang merusak, menghabisi bahkan mengambil (galawa/ sulap).



C.4. Pendidikan
Hasil pendidikan di wilayah pelayanan ini, menjadi salah satu hal yang sedang digemuli oleh gereja dan pemerintah setempa. Semangat idialisme yang tinggi untuk memajukan pembanguna disegala aspek kehidupan di wilayah ini termasuk dibidang gereja tidak tersosialisasi dengan baik, ibarat mimpi tanpa kenyataan karena tidak diimbangi dengan ilmu pengetahuan atau Sumber Daya Manusia (SDM).
Di bidang gereja, gereja mempunyai visi dan misi untuk menjadi gereja yang missioner yang berorientasi pada pelayanan yang holistik. Untuk mencapai visi dan misi gereja tersebut, gereja-gereja di wilayah ini telah melakukan pembenahan-pembenahan secara organisme maupun organisatoris. Sekalipun demikian, visi dan misi tersebut tidak terealisasi dengan baik bahkan jauh dari yang diharapkan. Banyak program-program pelayanan yang tidak berjalan secara efektif, efesien, kreatif dan inivatif. Hal ini diakibatkan oleh keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) di wilayahah ini. Jemaat-jemaat di teritori II 90% merupakan jemaat wilayah. Karena itu banyak mata jemaat yang dipimpin oleh penaggung jawab yang latar belakang pendidikannya hanya sebatas Sekolah Rakyat (SR), Sekolah Dasar (SD), sedikit yang Sekolah Mengenah Pertama (SMP). Gereja mengalami kesulitan dalam merukrut kader-kader gereja yang handal dalam kepengurusan kategorial fungsional, karena banyak jemaat yang berlatar belakang pendidikan hanya SR, SD, sedikit yang SMP dan SMA.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan jemaat-iemaat di wilayah teritori II Klasis Alor Timur masih sangat rendah. Keterbatasan SDM di wilayah ini diakibatkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1.         Faktor Ekonomi; jemaat-jemaat di wilayah ini masih dalam taraf kemiskinan sehingga mereka kurang mampu membiayai pendidikan anak-anak.
2.         Factor Geografis; sekolah-sekolah yang banyak terdapat di wilayah ini adalah Sekolah-sekolah Dasar (SD), itu pun ada yang hanya terdapat di pusat wilayah. Sedangakan SLTP dan SLTA, mereka harus ke Kota yang jaraknya puluhan bahkan ratusan KM. hal ini mengakibatkan mereka sulit menjangkau sekolah-sekolah lanjutan yang jaraknya jauh itu disertai dengan keterbatasan alat transportasi dan kondisi geografis yang tidak begitu menjamin.
3.         Faktor Budaya; Paham paternalisme masih menjadi idiologi masyarakat atau jemaat di wilayah ini yang berpengaruh hingga aspek pendidikan. Anak-anak dilibatkan dalam berbagai kegiatan ekonomi keluarga seperti berkebun dan bertenak. Menurut mereka anak-anak tidak bersekolah pun tetap pada akhirnya mereka akan berusaha untuk hidup, terutama bagi anak-anak perempuan. Menyekolahkan anak-anak perempuan adalah pekerjaan yang merugikan baik, dari segi waktu maupun dari segi biaya, karena toh pada akhirnya mereka akan keluar dari keanggotaan rumah tangga dalam hal ini akan kawin dan menjadi ibu rumah tangga yang bekerja di dapur.

C.5. Sarana dan Prasarana
C.5.1.  Bidang Pendidikan
Untuk meningkatkan mutuh pendidikan di wilayah ini, pemerintah menyediakan sarana dan prasarana di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah. Di wilayah ini, kurang lebih ada 13 (tiga belas) buah Sekolah Dasar (SD) berstatus Negeri dan Swasta yang tersebar di beberapa tempat terutama di pusat-pusat desa atau pusat-pusat wilayah pelayanan. Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) hanya 2 (dua) buah saja yaitu SLTP Negeri I Alor Timur di Maritaing dan SLTP Negeri II di Lantoka. Sedangkan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) belum tersedia di wilayah ini sehingga begi mereka yang ingin melanjutka ke SLTA, mereka harus ke ibu kota Kabupaten Alor yaitu Kalabahi.

C.5.2.  Bidang Kesehatan
Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayah ini, pemerintah menyediakan sarana dan prasarana di bidang kesehatan yaitu 2 (dua) buah PUSKESMAS yakni di Maritaing dan di Lantoka. Peme,rintah juga menyediakan Pos Klinik Desa (POLINDES) di setiap desa dan Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) di setiap dusun. Untuk mendapat pelayanan kesehatan secara intensif khususnya penderitaan yang gawat, mereka harus ke ibu kota kabupaten yaitu Kalabahi.
Selain sarana dan prasarana dari pemerintah, ada juga pelayanan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (SLM) yang berorientasi di bidang kesehatan yaitu Yayasan Betesda. Yayasan ini menyediakan obat-obatan di setiap desa yang dikelolah oleh beberapa kader yang sudah diberikan pelatihan secara khusus.

C.6. Keadaan Sosial Budaya  
C.6.1.  Sistim Kekerabatan
Sistim kekerabatan di wilayah ini pada umumnya didasarkan pada prinsip kekeluargaan. Nilai kekeluargaan merupakan pintu masuk untuk berelasi dengan siapa saja. Dalam memulai dan memperdalam keakrabatan, selalu diawali dengan sebuah tuturan sejarah garis keterunan atau keluarga. Rasa kekeluargaan yang tinggi membuat hubungan di antara mereka terjalin harmonis. Setiap masalah yang terjadi sebagai suatu ancaman terhadap kebersamaan dan keutuhan di anatara mereka, kekeluargaan merupakan nilai tertinggi yang dipegang dan dipakai untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu menjunjung tinggi nilah kekeluargaan, kegotong-royongan dan kesopan-santunan merupakan budaya yang telah terpatri kuat dalam jiwa dan hidup mereka. Rasa kekeluargaan yang sangat tinggi juga membuat apa pun yang dikerjakan baik bersifat pribadi maupun umum selalu dikerjakan secara bersama-sama, berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Penghargaan dan kesopanan yang setinggi-tingginya diberikan kepada seorang tamu dari luar yang masuk di wilayah mereka. Mereka menerima siapa saja dan berusaha menjadikannya bagian dari mereka.
Bahasa yang mereka pakai sebagai sarana komunikasi adalah bahasa Indonesia, Kamang, Willila, Kula dan Wersing. Pada umumnya rumpun-rumpun bahasa ini sama, hanya berbeda dialeknya saja.

C.6.2.  Pelapisan Sosial  
Jemaat atau masyarakat di wilayah ini terdiri dari beberapa suku dan bahasa. Dari setiap suku, di dalamnya ada sub-sub suku yang dikepalai oleh seorang kepala suku. Seorang kepala suku adalah yang sulung dalam suku itu. Kepada suku berperanan penting dalam merangkul dan mengawasi suku serta bertanggung jawab dalam hal-hal menyangkut budaya dalam sukunya, misalnya hal perkawinan dalam keluarga.
Setiap suku mempunyai kedudukan dan peranan masing-masing sesuai sistim kepemerintahan tradisional yang mereka warisi. Sistim kepemerintahan tradisional yaitu sistim kepemerintahan yang bersifat kerajaan. Struktur kepemimpinannya bersifat hirarki yaitu:
Raja

Pahlawan

Rakyat Biasa
Disetiap suku dengan sub-sub sukunya (Klien) itu, ada suku keterunan raja, suku keterunan pahlawan dan suku keterunan rakyat biasa. Dalam bahasa Kamang, raja disebut put lapang. Put artinya besar, luas dan lapang artinya panjang, tinggi. Dalam bahsa Willila atau Wila disebut Wangsa Limpa. Wangsa artinya besar tinggi, sedangkan Limpah artinya panjang, tinggi. Sebutan raja yang dibahasakan dalam bahasa dan dialek mereka yang berbeda-beda itu, merupakan sebuah gelar yang bermakna bukan secara kuantitatif tetapi secara kualitatif yakni kemampuan, kekuasaan dan pengaruh yang tak terbatas yang dimilikinya dalam wilayah kekuasaannya untuk berpengaruh.
Dari segi kepemilikan, mereka yang berasal dari keterunan raja memeliki banyak harta, khususnya bidang kepemilikan tanah serta gong dan moko (alat belis Alor). Karena itu mereka tidak saja disebut wangsa limpa, tetapi juga disebut Bissi Kawasa yang artinya raja yang kaya.
Sedangkan sebutan pahlawan dalam bahasa setempat adalah kawe mamule yang artinya kuat, waja, tangguh, sakti, ampuh, tidak sanggup dihadapi atau dilawan. Mereka-mereka yang adalah kawe mamule itu tidak bisa dilawan atau dihadapi karena memeliki kesaktian khusus sehingga mereka sebagai pahlawan yang berfungsi sebagai pengawal raja dan benteng atau pagar suku (kampung). Sedangkan rakyat biasa adalah suku-suku yang baru datang kemudian di wilayah di setiap suku.
Walaupun sistim kepemerintahan tradisional ini tidak diberlakukan lagi, tetapi gemanya masih diwariskan hingga berpengaruh pada adanya stratifikasi sosial di wilayah ini. Pengaruh klasifikasi sosial seperti ini menimbulkan adanya sistim paternalis. Raja, pahlawan dan rakyat biasa merupakan status sosial sekaligus sebagai kekuatan hukum adat yang memberikan legitimasi serta memberi wibawa, terutama para kepala-kepala suku untuk berkuasa dan berpengaruh. Para kepala-kepala suku sangat dihargai dan dihormati. Mereka punya pengaruh dalam mengambil kebijakan-kebijakan dan bertanggungjawab dalam berbagai hal yang terjadi dalam sukunya. Karena itu apa saja yang dikatakan oleh mereka harus diikuti. Hal ini berpengaruh hingga ke gereja dan pemerintah.

C.6.3.  Sistim Kepercayaan
C.6.3.1. Aliran keagamaan atau kepercayaan
Aliran keagamaan atau kepercayaan di wilayah teritori II, Klasis Alor Timur adalah 100% Kristen Protestan. 95% Kristen Protestan GMIT dan 5% lainnya adalah denominasi yaitu Betel. Pengaruh kepercayaan agama suku masih mewarnai kekristenan mereka di sana. Hal ini terlihat dari pandangan mereka tentang manusia, tentang yang ilahi dan pandangan tentang kosmologi, yang akan diuraikan dalam pokok-pokok selanjutnya dalam pembahasan ini.

C.6.3.2. Pandangan tenatang yang ilahi
Yang ilahi dalam pandang mereka adalah suatu atau ornag yang berkausa dan kekuasaannya itu melebihi segala-galanya. Suatu kekuasaan yang melebii segala-segalanya itu, secara etimologi  dalam bahasa setemap yaitu dalam bahasa Kula disebut kawe mamule. Kawe artinya hebat, jago, tidak ada yang menandinginya, tidak mampu dilawan, sedangkan mamule artinya kuat, waja, tidak tumpul, sakti, ampuh. Persamaan lain dari kata “kuasa” dalam bahasa Kamang adalah put lapang atau put padasa yang artinya besar tinggi, besar pangjang atau besar luas. Dalama bahsa Wila atau Wilila disebut wangssa limpa. Wangsa artinya besar, limpa panjang atau tinggi. Istilah-istilah ini baik kawa mamule dan put palang atau pun wangsa limpa, secara konseptual dipahami sebagai suatu kuasa atau kekuatan yang maha besar, maha dahsyat dan yang tidak bisa diukur dan tak tertandingi. Kuasa yang tidak terbatas itu ada di dalam pribadi ilahi yaitu Latalah dan Kome.
Latallah dalam pandangan tradisional adalah seorang pribadi yang berada di atas atau langit (aping mang) yang di personifikasikan dengan matahari dan bulan. Personifikasi tesebut dalam bahasa setempat adalag Uru Widi Latallahyang berarti bulan dan matahari adalah Allah atau bulan, matahari dan Allah. Konsep ini menunjuk pada sesuatu yang tinggi dan di atas. Latallah adalah yang menciptakan langit dan sekalian alam yang dan yang berkuasa atasnya. Sedangkan uru (bulan) dan widi (matahari) dipahami sebagai mata sang ilahi (latallah) yang memandang atau mengawasi siang dan malam. Uru Widi Latallah dipahami juga sebagai Bapa (Allah) Anak (Yesus) dan Roh Kudus. Sedangkan Kome adalah seorang pribadi atau manusia raksasa yang ada di dasar bumi yang sedang menopang bumi atau sebagai tiang bumi, sehingga saat dia goyang maka akan terjadi bumi. Oleh Karen itu kome juga diartikan sebagai gempa bumi itu sendiri. Kome adalah tuhan bumi atau pemegang kekuatan bumi karena itu ia berkuasa atas bumi.

Comments

Popular posts from this blog

laporan buku ragi cerita II

teologi misi : misi abad modern (pencerahan)

teologi misi : misi gereja mula-mula