profil Klasis Alor timur
B.
LETAK
GEOGRAFIS
B.1.
Perwilayahan dan Batas Wilayah
Secara umum
Klasis Alor Timur terletak di paling ujung bagian Timur dari Pulau Alor. Bagian
Timur dan Selatan Berbatasan dengan Laut Timor, bagian Utara berbatasan dengan
Selat Maluku, bagian Barat bebatasan dengan wilayah pelayanan KPWK Alor
Selatan.
Wilayah Klasis
Alor Timur hingga 2007/2008 terbagi atas 12 (dua belas) jemaat wilayah dan 2 (dua)
jemaat mandiri. Selanjutnya demi mempermudah koordinasi pelayanan, maka Klasis
Alor Timur dibagi lagi ke dalam 3 (tiga) wilayah teritorial.
1.
Teritorial I, yang
meleputi wilayah Pido, Kanarimbala, Taramana, Kamot, Waisika dan jemaat
Ebenhaezer Bondata.
2.
Teritorial II, yang
meliputi wilayah Tanglapui, Kolana Selatan, Kolana Utara, Sardis Kolana,
Mausamang dan Padang Panjang.
3.
Teritorial III, yang
meliputi wilayah Purnama dan Langkuru.
Secara khusus teritorial
II yang merupakan tempat penelitian penulis, dapat dibagi lagi dalam 5 (lima)
jemaat wilayah dan 1 (satu) jemaat mandiri yaitu sebagai berikut:
1.
Jemaat wilayah (WIPA) Tanglupai
meliputi 5 (lima) mata jemaat dan 2 (dua) pos pelayanan yaitu:
·
Mata jemaat Gilgal
Moduda
·
Mata jemaat Lahairoi
Lantoka
·
Mata jemaat Kefas
Kaipera
·
Mata jemaat Ebenhaezer
Kobra
·
Mata jemaat Imanuel
Belemana
·
Pos pelayanan Sion Lipa
·
Pos pelayanan Bukit Sion
Damalupa.
2.
Jemaat wilayah (WIPA)
Kolana Selatan meliputi 7 (tujuh) mata jemaat yaitu:
·
Mata jemaat Betania
Maritaing
·
Mata jemaat Syalom
Salimana
·
Mata jemaat Silo
Naungmang
·
Mata jemaat Imanuel
Wapu
·
Mata jemaat Ebenhaezer
Erana
·
Mata jemaat Mahanaim
Asingkala
·
Mata jemaat Siloam
Karangle
3.
Jemaat wilayah (WIPA)
Kolana Utara yang terdiri dari 2 (dua) mata jemaat yaitu:
·
Mata jemaat Penile
Kolana
·
Mata jemaat Ebenhaezer
Maritaing
4.
Jemaat wilaya (WIPA)
Mausmang yang terdiri dari 2 (dua) mata jemaat dan 1 (satu) Pos Pelayanan
yaitu:
·
Mata jemaat Betesda
Nawera/ Kiralela
·
Mata jemaat Betel
Takala
·
Poe pelayanan Kana
Maukuru
5.
Jemaat Wilayah (WIPA)
Padang Panjang terdiri dari 4 (empat) mata jemaat dan 1 (satu) Pos Pelayanan
·
Mata jemaat Betania
Padang Panjang
·
Mata jemaat Elim
Maukuru
·
Mata jemaat Ekesia Kopa
·
Mata jemaat Refel
Dadamang
·
Pos pelayanan Betel
Atakpira
6.
Jemaat Sardis Kolana
Batas-batas wilayah
pelayanan Teritori II Kasis Alor Timur adalah sebagai berikut:
·
Sebelah Timur berbatasan
dengan Laut Timor
·
Sebelah Barat berbatasan
dengan wilayah Teritori I dan III
·
Sebelah Utara berbatasan
dengan Selat Maluku
·
Sebelah selatan berbatasan
dengan Laut Timor
B.2.
Keadaan Tanah
dan Iklim
Keadaan tanah di
Klasis Alor Timur, khususnya di teritori II pada umunya bergunung-gunung dan
berlembah-lembah. Banyak terdapat jurang terjal, perbukitan, tanjung dan daerah
landai, hanya sedikit di tempat tertentu yang datar. Daerah yang datar hanya di
daerah Maritaing, dataran Lantoka dan dataran Padang Panjang yang juga
merupakan area persawahan.
Wilayah teritori
II kira-kira terdiri dari 40% dataran rendah yaitu daerah pesisir dan 60%
merupakan dataran tinggi. Di daerah pesisir keadaan tanahnya sebahagian
berbatu-batu dan berkarang dengan ditumbuhi tumbuhan bakau dan semak, tetapi
juga ada daerah pesisir yang tanahnya subur. Daerah-daerah ini dijadikan
sebagai lahan pertanian atau tempat berladang. Sedangkan di dataran tinggi,
keadaan tanahnya ada sebagian yang merah padat dan tanah putih padat. Daerah
ini ditumbuhi tumbuhan spora yakni tumbuhan lumut dan paku serta sebagian besar
merupakan ilalang dengan pohon kayu putih, ampupu serta beberapa tumbuhan
sabana. Ada juga sebagian tanah yang merupakan tanah vulkanis yang ditumbuhi
hutan rimba (hutan tropis) rawa-rawa. Daerah ini dijadikan sebagai daerah
persawahan dan lahan untuk berladang.
Wilayah ini
beriklim tropis sehingga memiliki 2 (dua) musiman yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Musim hujan dimulai dari akhir Oktober atau awal November hingga akhir
bulan April atau awal bulan Mei. Suhu udara di daerah pesisir itu panas,
sedangkan suhu udara di daerah-daerah dataran tinggi bersuhu sangat dingin.
C.
KEADAAN
DEMOGRAFI
C.1.
Pengorganisasian Pelayanan
Struktur kepemimpinan
di Klasis Alor Timur adalah sebagai berikut:
·
Ketua :
Pdt. Philipus Tande, S.Th
·
Sekretaris :
Donisius Mokola
·
Bendahara : Pdt. Oktovianus S. Mautoring, S.Th
Untuk mendekatkan
pelayanan kepada jemaat, maka dibentuk badan pengurus kategorial fungsional tingkat
Klasis yang disebut Tim Pembantu KPWK. Dari badan Pengurus ini, dibentuk lagi
koordinator pengurus kategorial fungsional di setiap teritori. Badan pengurus
tingkat Klasis tersebut adalah sebagai berikut:
·
BP. PAR :
Donisius Mokola
·
BP. Pemuda : Pdt. Moses Moli
·
BP. Perempuan : Pdt. Helda Mimi Sir-Seo, S.Th
·
BP.PD : Ev. Yahya Padadena
C.2.
Kepemerintahan
Dari sisi
kepemerintahan dan kemasyarakatan, Klasis Alor Timur berada dalam 3 (tiga)
wilayah pemerintahan kecamatan yakni wilayah Kec. Alor Timur di Maritaing, Kec.
Alor Timur Laut di Kemang, Kec. Peruman di Peitoko. Wilayah pelayanan teritori
II Klasis Alor Timur, termasuk dalam wilayah Kec. Alor Timur, Kab. Alor, Prop.
NTT, dengan tersebar di beberapa desa yaitu sebagai berikut:
1. Desa
Tanglapui di Lantoka. Jemaat-jemaat yang berada di wilayah desa ini adalah
sebagian besar jemaat wilayah Tanglapui
2. Desa
Tanglapui Timur di Kobra. Jemaat yang berada di wilayah desa ini adalah
sebagian kecil jemaat wilayah Tanglapui yaitu mata jemaat Ebenhaezer Kobra dan
Pos Pelayanan Sion Lipa.
3. Desa
Padang Panjang di Padang Panjang. Jemaat yang berada wilayah desa ini adalah
sebagian besar jemaat-jemaat di wilayah Padang Panjang.
4. Desa
Belemana di Belemana. Jemaat yang termasuk dalam wilayah desa ini adalah salah
satu mata jemaat dari jemaat wilayah Tanglapui yaitu mata jemaat Imanuel
Belemana.
5. Desa
Maukuru di Maukuru. Jemaat yang berada di wilayah desa ini adalah salah satu
jemaat wilayah Padang Panjang yaitu mata jemaat Elim Maukuru.
6. Desa
Mausamang di Nawere/ Kiralela. Jemaat-jemaat yang berada di wilayah desa ini
adalah jemaat wilayah Mausamang.
7. Kelurahan
kolana Utara di Kolana. Jemaat-jemaat yang berada di wilayah kelurahan ini
adalah jemaat Sardis Kolana dan salah satu mata jemaat dari jemaat wilayah
Kolana Utara yaitu mata jemaat Peniel Kolana.
8. Desa
Maritaing di Maritaing. Jemaat yang termasuk dalam wilayah desa ini adalah
sebagian WIPA Kolana Selatan dan sebagian WIPA Kolana.
9. Desa
Kolana Selatan di Naungmang. Jemaat-jemaat yang termasuk dalam wilayah desa ini
adalah sebagian besar jemaat wilayah Kolana Selatan.
C.3.
Mata Pencaharian
Ada pun yang
menjadi mata pencaharian masyarakat di wilayah pelayanan teritori II wilayah
Klasis Alor Timur adalah pada umumnya berorientasi pada pertanian. Selain dari
mata pencaharian sebagai petani, sebagian kecil dari mereka adalah Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Mereka adalah guru SLTP dan SD serta mereka yang bekerja
aparatur pemerintah Kecamatan Alor Timur.
Sebagai petani,
sistim pertanian mereka adalah sistim pertanian tradisional yaitu ladang
berpindah-pindah dengan mengikuti siklus musiman yang berlaku di wilayah ini
yaitu musin kemarau dan musim hujan. Pada umunya mereka melakukan aktifitas
pertanian pada musim hujan. Jenis komoditi yang dihasilkan dari ladang yang
berpidah-pindah adalah gandum, jagung, kacang-kacangan dan buah-buahan. Selaih
hasil-hasil komoditi yang dihasilkan dari ladang-ladang yang berpindah-pindah,
ada juga hasil-hasil komoditi lainnya yang dihasilkan melalui persawahan dan
ladang tetap yang ditanami tanaman umur panjang serta hasil-hasil laut. Mereka
yang beorientasi pada area persawahan adalah terutama sebagian dari mereka yang
berada di dataran Tanglapui (Lantoka, Damalupa, Kobra, Beleman) dan dataran
Padang Panjang (Padang Panjang, Lakateng, Wakaleta, Kopa). Hasil komoditi yang
dihasilkan melalui usaha di area persawahan adalah padi, jagung,
kacang-kacangan, bawang dan sayur-sayuran. Area persawahan tersebut belum
diolah secara maksimal karena sistim irigasi atau perairan yang belum memadai. Hal
ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia yang ada di sana dan
terbatasnya penyediaan sarana dan prasarana pertanian. Pengolahan pertanian
dibidang persawahan tersebut, selama ini hanya hanya dengan mengunakan tenaga
manusia disertai peralatan yang sederhana yaitu cangkul, parang dan linggis.
Bagi mereka yang
berada di pesisir pantai (Kolana Selatan, Maritaing, Kolana Utara, Mausamang,
Takala, Maukuru, Urakena), pekerjaan sampingan selain petani adalah melaut.
Hasil-hasil dari aktifitas melaut adalah ikan, kerang laut dan garam masak.
Hasil komoditi lain yang dihasilkan adalah kemiri, asam, jambu mente dan
kelapa. Di samping usaha pertanian, ada usaha-usaha bertenak sapi, kambing,
babi dan ayam, serta berburu dan meramu. Sebenarnya ada banyak lahan potensial
yang tersedia hanya belum dikelola secara maksimal karena sebagaimana yang
sudah dikemukakan sebelumnya yaitu keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan
tidak tersedianya alat-alat pertanian yang modern.
Walau pun mata
pencaharian mereka pada umunya adalah bertani, tetapi bukanlah petani profesional
dan produktif. Hasil-hasil pertanian atau komoditi yang dihasilkan hanya cukup
untuk dikonsumsi oleh mereka saja. Kalua pun hasil-hasil komoditi mereka
didistribusikan ke pasar, mereka mengalami kesulitan trasportasi, berhubung
kondisi geografis yang tidak begitu menjamin. Mereka juga mengalami kesulitan
dalam menemukan peluang pasar karena jauh dari kota.
Keadaan
produktifitas pertanian dan profesionalisme petani di wilayah ini, sebagaimana
yang sudah digambarkan di atas, bukan saja dipengaruhi oleh faktor Sumber Daya
Manusia (SDM) dan keterbatasa sarana dan prasarana pertanian, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor geografis dan daya kosmologi. Areal yang menjadi
orientasi pertanian mereka adalah daerah atau tempat-tempat subur yang ditandai
dengan adanya hutan tropis yang terdapat sumber-sumber air. Tempat-tempat
seperti ini terbanyak jauh dari penduduk yaitu di kampung-kampung lama dengan
kondisi geografisnya berlandai, berbukit, bergunung dan lembahan terjal. Hal
ini mengakibatkan adanya kesulitan dalam pengawasan terhadap lahan-lahan
pertanian mereka serta mengakibatkan adanya kesulitan dalam proses arus
pendistribusian produksi pertanian ke lumbung-lumbung pertanian di penduduk.
Produktifitas
pertanian dipengaruhi juga oleh pengaru kosmologi. Di balik dari semua fenomena
alam yang terjadi seprti angin, gempa, matahari, hujan, ada kuasa yang bekerja.
Semua fenomena atau gejala-gejala ini dari satu sisi dapat menjamin
produktifitas pertanian mereka, tetapi dari satu sisi yang lain mendatangkan
bencana. Kemarau yang panjang, hujan berkepanjangan, angin badai, dapat menjadi
ancaman bagi usaha pertanian mereka. Ancaman kosmologi ini terjadi disebabkan
karena ketidak taatan mereka terhadap kultus-kultus pertanian atau aturan-aturan
yang sudah dianggap sebagai hukum alam setempat yang mereka selalu wujudkan melalui
ritus-ritus pertanian. Untuk mengantisipasi keadaan ini, maka dilakukan ritus
atau kultus-kultus tertentu. Lahan-lahan yang tidak terkontrol dengan baik,
hasilnya tidak memuaskan karena terutama dihabiskan hama babi, rusa, kuda,
kambing, tikus, burung dan sebagainya. Hama-hama berupa binatang-binatang
tersebut, pada saat-saat tertentu ditunggangi atua dirasuki setan (mokuani) yang merusak, menghabisi
bahkan mengambil (galawa/ sulap).
C.4.
Pendidikan
Hasil pendidikan
di wilayah pelayanan ini, menjadi salah satu hal yang sedang digemuli oleh
gereja dan pemerintah setempa. Semangat idialisme yang tinggi untuk memajukan
pembanguna disegala aspek kehidupan di wilayah ini termasuk dibidang gereja
tidak tersosialisasi dengan baik, ibarat mimpi tanpa kenyataan karena tidak
diimbangi dengan ilmu pengetahuan atau Sumber Daya Manusia (SDM).
Di bidang
gereja, gereja mempunyai visi dan misi untuk menjadi gereja yang missioner yang
berorientasi pada pelayanan yang holistik. Untuk mencapai visi dan misi gereja
tersebut, gereja-gereja di wilayah ini telah melakukan pembenahan-pembenahan
secara organisme maupun organisatoris. Sekalipun demikian, visi dan misi
tersebut tidak terealisasi dengan baik bahkan jauh dari yang diharapkan. Banyak
program-program pelayanan yang tidak berjalan secara efektif, efesien, kreatif
dan inivatif. Hal ini diakibatkan oleh keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
di wilayahah ini. Jemaat-jemaat di teritori II 90% merupakan jemaat wilayah.
Karena itu banyak mata jemaat yang dipimpin oleh penaggung jawab yang latar
belakang pendidikannya hanya sebatas Sekolah Rakyat (SR), Sekolah Dasar (SD),
sedikit yang Sekolah Mengenah Pertama (SMP). Gereja mengalami kesulitan dalam
merukrut kader-kader gereja yang handal dalam kepengurusan kategorial
fungsional, karena banyak jemaat yang berlatar belakang pendidikan hanya SR,
SD, sedikit yang SMP dan SMA.
Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan jemaat-iemaat di wilayah teritori II
Klasis Alor Timur masih sangat rendah. Keterbatasan SDM di wilayah ini
diakibatkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1.
Faktor Ekonomi; jemaat-jemaat
di wilayah ini masih dalam taraf kemiskinan sehingga mereka kurang mampu
membiayai pendidikan anak-anak.
2.
Factor Geografis;
sekolah-sekolah yang banyak terdapat di wilayah ini adalah Sekolah-sekolah
Dasar (SD), itu pun ada yang hanya terdapat di pusat wilayah. Sedangakan SLTP
dan SLTA, mereka harus ke Kota yang jaraknya puluhan bahkan ratusan KM. hal ini
mengakibatkan mereka sulit menjangkau sekolah-sekolah lanjutan yang jaraknya
jauh itu disertai dengan keterbatasan alat transportasi dan kondisi geografis
yang tidak begitu menjamin.
3.
Faktor Budaya; Paham
paternalisme masih menjadi idiologi masyarakat atau jemaat di wilayah ini yang
berpengaruh hingga aspek pendidikan. Anak-anak dilibatkan dalam berbagai
kegiatan ekonomi keluarga seperti berkebun dan bertenak. Menurut mereka
anak-anak tidak bersekolah pun tetap pada akhirnya mereka akan berusaha untuk
hidup, terutama bagi anak-anak perempuan. Menyekolahkan anak-anak perempuan
adalah pekerjaan yang merugikan baik, dari segi waktu maupun dari segi biaya,
karena toh pada akhirnya mereka akan keluar dari keanggotaan rumah tangga dalam
hal ini akan kawin dan menjadi ibu rumah tangga yang bekerja di dapur.
C.5.
Sarana dan Prasarana
C.5.1.
Bidang Pendidikan
Untuk
meningkatkan mutuh pendidikan di wilayah ini, pemerintah menyediakan sarana dan
prasarana di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah. Di wilayah
ini, kurang lebih ada 13 (tiga belas) buah Sekolah Dasar (SD) berstatus Negeri
dan Swasta yang tersebar di beberapa tempat terutama di pusat-pusat desa atau
pusat-pusat wilayah pelayanan. Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
hanya 2 (dua) buah saja yaitu SLTP Negeri I Alor Timur di Maritaing dan SLTP
Negeri II di Lantoka. Sedangkan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
belum tersedia di wilayah ini sehingga begi mereka yang ingin melanjutka ke
SLTA, mereka harus ke ibu kota Kabupaten Alor yaitu Kalabahi.
C.5.2.
Bidang Kesehatan
Untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayah ini, pemerintah menyediakan sarana
dan prasarana di bidang kesehatan yaitu 2 (dua) buah PUSKESMAS yakni di
Maritaing dan di Lantoka. Peme,rintah juga menyediakan Pos Klinik Desa
(POLINDES) di setiap desa dan Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) di setiap dusun.
Untuk mendapat pelayanan kesehatan secara intensif khususnya penderitaan yang
gawat, mereka harus ke ibu kota kabupaten yaitu Kalabahi.
Selain
sarana dan prasarana dari pemerintah, ada juga pelayanan dari Lembaga Swadaya
Masyarakat (SLM) yang berorientasi di bidang kesehatan yaitu Yayasan Betesda.
Yayasan ini menyediakan obat-obatan di setiap desa yang dikelolah oleh beberapa
kader yang sudah diberikan pelatihan secara khusus.
C.6.
Keadaan Sosial Budaya
C.6.1.
Sistim Kekerabatan
Sistim
kekerabatan di wilayah ini pada umumnya didasarkan pada prinsip kekeluargaan.
Nilai kekeluargaan merupakan pintu masuk untuk berelasi dengan siapa saja. Dalam
memulai dan memperdalam keakrabatan, selalu diawali dengan sebuah tuturan
sejarah garis keterunan atau keluarga. Rasa kekeluargaan yang tinggi membuat
hubungan di antara mereka terjalin harmonis. Setiap masalah yang terjadi
sebagai suatu ancaman terhadap kebersamaan dan keutuhan di anatara mereka,
kekeluargaan merupakan nilai tertinggi yang dipegang dan dipakai untuk
menyelesaikannya.
Oleh
karena itu menjunjung tinggi nilah kekeluargaan, kegotong-royongan dan
kesopan-santunan merupakan budaya yang telah terpatri kuat dalam jiwa dan hidup
mereka. Rasa kekeluargaan yang sangat tinggi juga membuat apa pun yang dikerjakan
baik bersifat pribadi maupun umum selalu dikerjakan secara bersama-sama, berat
sama dipikul ringan sama dijinjing. Penghargaan dan kesopanan yang
setinggi-tingginya diberikan kepada seorang tamu dari luar yang masuk di
wilayah mereka. Mereka menerima siapa saja dan berusaha menjadikannya bagian
dari mereka.
Bahasa
yang mereka pakai sebagai sarana komunikasi adalah bahasa Indonesia, Kamang,
Willila, Kula dan Wersing. Pada umumnya rumpun-rumpun bahasa ini sama, hanya
berbeda dialeknya saja.
C.6.2.
Pelapisan Sosial
Jemaat
atau masyarakat di wilayah ini terdiri dari beberapa suku dan bahasa. Dari
setiap suku, di dalamnya ada sub-sub suku yang dikepalai oleh seorang kepala
suku. Seorang kepala suku adalah yang sulung dalam suku itu. Kepada suku berperanan
penting dalam merangkul dan mengawasi suku serta bertanggung jawab dalam
hal-hal menyangkut budaya dalam sukunya, misalnya hal perkawinan dalam
keluarga.
Setiap
suku mempunyai kedudukan dan peranan masing-masing sesuai sistim kepemerintahan
tradisional yang mereka warisi. Sistim kepemerintahan tradisional yaitu sistim
kepemerintahan yang bersifat kerajaan. Struktur kepemimpinannya bersifat
hirarki yaitu:
Raja
Pahlawan
Rakyat Biasa
Disetiap
suku dengan sub-sub sukunya (Klien) itu, ada suku keterunan raja, suku
keterunan pahlawan dan suku keterunan rakyat biasa. Dalam bahasa Kamang, raja
disebut put lapang. Put artinya besar,
luas dan lapang artinya panjang,
tinggi. Dalam bahsa Willila atau Wila disebut Wangsa Limpa. Wangsa artinya besar tinggi, sedangkan Limpah artinya panjang, tinggi. Sebutan
raja yang dibahasakan dalam bahasa dan dialek mereka yang berbeda-beda itu,
merupakan sebuah gelar yang bermakna bukan secara kuantitatif tetapi secara
kualitatif yakni kemampuan, kekuasaan dan pengaruh yang tak terbatas yang
dimilikinya dalam wilayah kekuasaannya untuk berpengaruh.
Dari
segi kepemilikan, mereka yang berasal dari keterunan raja memeliki banyak
harta, khususnya bidang kepemilikan tanah serta gong dan moko (alat belis
Alor). Karena itu mereka tidak saja disebut wangsa
limpa, tetapi juga disebut Bissi
Kawasa yang artinya raja yang kaya.
Sedangkan
sebutan pahlawan dalam bahasa setempat adalah kawe mamule yang artinya kuat, waja, tangguh, sakti, ampuh, tidak
sanggup dihadapi atau dilawan. Mereka-mereka yang adalah kawe mamule itu tidak bisa dilawan atau dihadapi karena memeliki
kesaktian khusus sehingga mereka sebagai pahlawan yang berfungsi sebagai
pengawal raja dan benteng atau pagar suku (kampung). Sedangkan rakyat biasa
adalah suku-suku yang baru datang kemudian di wilayah di setiap suku.
Walaupun
sistim kepemerintahan tradisional ini tidak diberlakukan lagi, tetapi gemanya
masih diwariskan hingga berpengaruh pada adanya stratifikasi sosial di wilayah
ini. Pengaruh klasifikasi sosial seperti ini menimbulkan adanya sistim paternalis.
Raja, pahlawan dan rakyat biasa merupakan status sosial sekaligus sebagai
kekuatan hukum adat yang memberikan legitimasi serta memberi wibawa, terutama
para kepala-kepala suku untuk berkuasa dan berpengaruh. Para kepala-kepala suku
sangat dihargai dan dihormati. Mereka punya pengaruh dalam mengambil
kebijakan-kebijakan dan bertanggungjawab dalam berbagai hal yang terjadi dalam
sukunya. Karena itu apa saja yang dikatakan oleh mereka harus diikuti. Hal ini
berpengaruh hingga ke gereja dan pemerintah.
C.6.3.
Sistim Kepercayaan
C.6.3.1.
Aliran keagamaan atau kepercayaan
Aliran keagamaan
atau kepercayaan di wilayah teritori II, Klasis Alor Timur adalah 100% Kristen
Protestan. 95% Kristen Protestan GMIT dan 5% lainnya adalah denominasi yaitu
Betel. Pengaruh kepercayaan agama suku masih mewarnai kekristenan mereka di
sana. Hal ini terlihat dari pandangan mereka tentang manusia, tentang yang
ilahi dan pandangan tentang kosmologi, yang akan diuraikan dalam pokok-pokok
selanjutnya dalam pembahasan ini.
C.6.3.2.
Pandangan tenatang yang ilahi
Yang ilahi dalam
pandang mereka adalah suatu atau ornag yang berkausa dan kekuasaannya itu
melebihi segala-galanya. Suatu kekuasaan yang melebii segala-segalanya itu,
secara etimologi dalam bahasa setemap yaitu
dalam bahasa Kula disebut kawe mamule.
Kawe artinya hebat, jago, tidak ada yang menandinginya, tidak mampu
dilawan, sedangkan mamule artinya kuat,
waja, tidak tumpul, sakti, ampuh. Persamaan lain dari kata “kuasa” dalam bahasa
Kamang adalah put lapang atau put padasa yang artinya besar tinggi,
besar pangjang atau besar luas. Dalama bahsa Wila atau Wilila disebut wangssa limpa. Wangsa artinya besar, limpa
panjang atau tinggi. Istilah-istilah ini baik kawa mamule dan put palang
atau pun wangsa limpa, secara
konseptual dipahami sebagai suatu kuasa atau kekuatan yang maha besar, maha
dahsyat dan yang tidak bisa diukur dan tak tertandingi. Kuasa yang tidak
terbatas itu ada di dalam pribadi ilahi yaitu Latalah dan Kome.
Latallah
dalam pandangan tradisional adalah seorang pribadi yang berada di atas atau
langit (aping mang) yang di personifikasikan dengan matahari dan bulan.
Personifikasi tesebut dalam bahasa setempat adalag Uru Widi Latallahyang berarti bulan dan matahari adalah Allah atau
bulan, matahari dan Allah. Konsep ini menunjuk pada sesuatu yang tinggi dan di
atas. Latallah adalah yang
menciptakan langit dan sekalian alam yang dan yang berkuasa atasnya. Sedangkan uru (bulan) dan widi (matahari) dipahami sebagai mata sang ilahi (latallah) yang
memandang atau mengawasi siang dan malam. Uru
Widi Latallah dipahami juga sebagai Bapa (Allah) Anak (Yesus) dan Roh
Kudus. Sedangkan Kome adalah seorang
pribadi atau manusia raksasa yang ada di dasar bumi yang sedang menopang bumi atau
sebagai tiang bumi, sehingga saat dia goyang maka akan terjadi bumi. Oleh Karen
itu kome juga diartikan sebagai gempa
bumi itu sendiri. Kome adalah tuhan
bumi atau pemegang kekuatan bumi karena itu ia berkuasa atas bumi.
Comments
Post a Comment
no SARA NO pornografi